
Oleh Irmawati, SST
KAPOLRESTA Bandung Kombes Pol Aldi Subartono menegaskan bahwa pihaknya saat ini telah menangkap puluhan preman yang meresahkan masyarakat, termasuk para pedagang kecil yang kerap menjadi sasaran.
“Preman yang sudah ditangkap sebanyak 52 orang. Jika ada yang berani melakukan aksi premanisme, akan kami kejar sampai manapun untuk kami tangkap,” ujarnya saat ditemui di Mapolresta Bandung pada Jumat (23/5/2025). (Sumber :Tribunjabar.ID Bandung 23-05-2025)
Tindakan tegas terhadap premanisme tentu menjadi harapan masyarakat yang setiap hari merasa resah, terutama para pedagang kecil dan warga yang menjalani hidup dengan jujur. Namun, pertanyaan penting yang harus diajukan adalah: Apakah tindakan tegas itu benar-benar tepat sasaran? Ataukah hanya menyentuh lapisan permukaan dari fenomena premanisme, sementara akar masalahnya tetap tumbuh subur?
Seringkali yang dijadikan target adalah premanisme yang kasat mata mereka yang berkeliaran di pasar, meminta “jatah keamanan”, atau yang memalak sopir angkot. Padahal, banyak dari mereka hanyalah “alat” dari struktur yang lebih besar. Di baliknya, ada jaringan yang lebih rapi, tersembunyi, bahkan memiliki relasi dengan oknum aparat, pengusaha, atau aktor politik.
Jika premanisme level bawah dibasmi sementara premanisme yang berbentuk mafia tanah, pengendali parkir ilegal skala besar, atau penyokong bisnis kotor tetap dibiarkan bahkan difasilitasi, maka tindak tegas itu justru menjadikan aparat sebagai alat ketidakadilan baru. Bukan menegakkan hukum, melainkan memperkuat ketimpangan kekuasaan.
Dengan kata lain, tindakan tegas menjadi paradoks, jika hanya menyasar rakyat kecil. Tidak menyentuh struktur yang menopang premanisme kelas atas. Justru menjadi alat legalisasi bagi kekuasaan yang dzalim.
Tanpa keadilan menyeluruh, pemberantasan premanisme hanya menjadi pencitraan sementara, bukan penyelesaian hakiki.
Aparat yang bertakwa dan pemimpin yang Adil dalam pandangan Islam tidak sekadar melarang premanisme, tapi mencabut akarnya: kezaliman, ketimpangan, dan absennya pemimpin yang adil. Dalam Islam, keamanan masyarakat bukan dibangun di atas ketakutan dan aparat bersenjata saja, melainkan di atas keadilan, amanah, dan ketakwaan.
Aparat dalam sistem Islam ditanamkan nilai bahwa tugasnya bukan hanya menegakkan hukum, tapi juga menjaga amanah dari Allah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Seorang petugas keamanan bukan sekadar pelaksana perintah atasan, tapi hamba Allah yang takut jika membiarkan kezaliman, atau justru menjadi bagian darinya. Ketakwaan menjadikan aparat tegas, adil, dan tidak pandang bulu.
Kunci utama keamanan dalam Islam adalah keadilan dari pemimpin. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu terkenal bisa membuat rakyatnya tidur tenang tanpa rasa takut, bahkan di masa krisis, karena keadilan yang ditegakkannya sampai ke pinggiran negeri.
Islam menekankan bahwa seorang pemimpin harus: pertama, Melindungi rakyat, bukan penguasa modal. Kedua, Menindak pelaku kejahatan tanpa tebang pilih. ketiga, Menciptakan sistem ekonomi yang mencegah munculnya premanisme karena kemiskinan.
Premanisme bukan sekadar soal kriminal jalanan, tapi gejala dari sistem yang tidak adil. Ketegasan aparat penting, tapi harus disertai kejujuran dan keberanian menindak kejahatan kelas atas. Islam menawarkan solusi sistemik: pemimpin adil, aparat bertakwa, dan masyarakat yang diberdayakan.
Hanya dengan itu, keamanan yang hakiki bisa terwujud bukan sekadar ketertiban semu. Tentu juga aplikasi hal demikian akan benar-benar terwujud jika Negara berlandaskan pada Syari’at Islam.
Wallahu’alam Bishshowwab
Penulis adalah guru Quran-Aktivis Dakwah Ideologis. Bermastautin di Batam.

