Kapolresta Barelang Kombes Pol Zainal Arifin Komit Prioritaskan Kasus Pengeroyokan Ketua PWI Batam

Kapolresta Barelang, Kombes Pol Zainal Arifin, didampingi Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian. (Foto: Net)

J5NEWSROOM.COM, Batam – Kepolisian Resor Kota Barelang menyatakan komitmen penuh untuk mengusut tuntas kasus pengeroyokan terhadap Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Batam, M Khafi Ashary, yang terjadi dalam forum bertajuk “Klarifikasi Pers”di salah satu hotel kawasan Harbour Bay, Sabtu (14/6).

Kapolresta Barelang, Kombes Pol Zainal Arifin, menegaskan, kasus ini menjadi prioritas penyelidikan, dan aparat tidak akan ragu bertindak.

“Kami gas ini sebagai prioritas jajaran Polresta Barelang,” ujar Zainal saat dikonfirmasi wartawan, Senin (16/6). “Sebenarnya kita sudah mau mulai lebih cepat, tapi korban belum bisa dimintai keterangan karena waktu itu masih di rumah sakit. Sekarang prosesnya jalan.”

Kasus bermula dari sebuah forum diskusi yang disebut-sebut bertujuan membahas praktik “preman berkedok jurnalis.” Namun diskusi itu berubah menjadi arena kekerasan fisik yang mengakibatkan Ketua PWI Batam dikeroyok oleh sejumlah peserta forum. Seorang anggota PWI lain, Faisal, juga mengalami cedera saat berusaha melindungi Khafi.

BACA JUGA: Ketua PWI Kepri Desak Polisi Tangkap Pelaku Pengeroyokan Ketua PWI Batam

Laporan resmi telah diajukan oleh tim hukum PWI Batam dan Kepri ke Mapolresta Barelang pada Sabtu malam (15/6). Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian, membenarkan adanya dugaan tindak pidana dalam peristiwa tersebut.

“Laporannya sudah kami terima. Saat ini kami dalam tahap penyelidikan,” kata Debby. “Korban dan saksi akan kami periksa. Termasuk hasil visum sebagai bagian dari bukti.”

Dalam laporan polisi disebutkan terdapat empat orang terlapor. Pihak Polresta memastikan semua yang terlibat akan dipanggil dan diperiksa.

Wakil Ketua PWI Kepri Bidang Advokasi, Zabur Anjasfianto, menyatakan bahwa laporan ini bukan hanya demi melindungi Khafi secara pribadi, tapi untuk menjaga martabat profesi wartawan dari praktik kekerasan yang mengatasnamakan pers.

“Kami melaporkan ini sebagai tindak pidana Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan,” ujar Zabur. “Ini bukan soal pribadi, ini soal marwah profesi. Jika kekerasan ini dibiarkan, akan ada pembiaran terhadap premanisme di dunia pers.”

Zabur juga menyoroti pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap jurnalis. Ia menyebut bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum yang mengaku wartawan dapat merusak reputasi seluruh profesi.

Dari Diskusi Jadi Intimidasi: Kesaksian Marganas

Wartawan senior dan Ketua Dewan Penasihat PWI Kepri, Marganas Nainggolan, turut menjadi saksi kunci dalam insiden tersebut. Dalam konferensi pers, Marganas mengaku dirinya dan Kavi dijebak dalam forum yang awalnya ditawarkan sebagai ruang diskusi terbuka.

“Kami diundang secara personal oleh seseorang yang mengaku wartawan. Tapi sejak awal suasananya tidak sehat. Diskusi berubah jadi interogasi dan intimidasi,” jelas Marganas.

BACA JUGA: Tim Kuasa Hukum PWI Batam Laporkan Kasus Pengeroyokan M Khafi Ashary ke Polresta Barelang

Ia menegaskan, tindakan desakan verbal hingga pemukulan yang terjadi terhadap Khafi bukan lagi ekspresi kebebasan berpendapat, melainkan tindakan premanisme berkedok forum pers.

“Jika benar mereka jurnalis yang berintegritas, insiden itu tidak akan terjadi. Ini jelas bukan diskusi. Ini jebakan,” ujarnya tegas.

Ketua PWI Kepri, Saibansah Dardani, menyesalkan kejadian tersebut. Ia menyatakan, PWI tidak pernah memusuhi wartawan non-UKW atau media yang belum terverifikasi Dewan Pers. Namun, ia menekankan pentingnya membedakan antara jurnalis yang menjalankan etika profesi dan oknum yang menyalahgunakan label wartawan.

“Kita harus tegas. Ketika ada dugaan pemerasan atau kekerasan atas nama wartawan, itu bukan lagi soal status UKW atau tidak. Itu soal etika dan hukum,” tegas Saiban.

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar PWI Kepri, Ramon Damora, menggarisbawahi bahwa keberadaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) adalah mekanisme resmi negara untuk memastikan profesi wartawan dijalankan oleh orang-orang yang berintegritas dan memahami tanggung jawab sosialnya.

“UKW bukan alat diskriminasi. Ia adalah pagar etik yang menjaga agar profesi ini tidak disusupi oleh orang-orang yang menyalahgunakannya,” ujar Ramon.

Ramon menekankan bahwa lembaga non-jurnalistik tidak memiliki otoritas untuk menguji atau mengakui kompetensi wartawan.

Editor: Agung