
J5NEWSROOM.COM, Batam – Muhammad Alif Okto Karyanto, bocah berusia 12 tahun asal Sei Lekop, Kota Batam, mengembuskan napas terakhir setelah sempat dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah (RSUD-EF), Minggu (15/6/2025) dini hari.
Peristiwa ini memicu sorotan publik setelah kisah Alif viral di media sosial dan menjadi perbincangan terkait akses layanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu.
Informasi awal disampaikan oleh Panglima Garda Metal FSPMI Batam, Suprapto, yang menyebut bahwa pihak keluarga kecewa karena Alif tidak bisa dirawat menggunakan jaminan BPJS Kesehatan, meski telah berada di IGD selama hampir empat jam. Keluarga akhirnya memutuskan membawa pulang Alif lantaran tidak sanggup membayar biaya pengobatan sebagai pasien umum. Tak lama berselang, Alif meninggal dunia di rumah.
“Kami sangat menyayangkan pelayanan seperti ini, apalagi ini menyangkut nyawa anak kecil. Kalau memang berobat gratis dengan KTP Batam berlaku, seharusnya kasus seperti ini tidak terjadi,” ujar Suprapto saat dimintai keterangan, Minggu siang.
Jenazah Alif telah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Seitemiang pada hari yang sama. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan dalam sistem layanan kesehatan, terutama untuk warga ekonomi lemah.
Menanggapi tudingan tersebut, Direktur RSUD-EF Batam, drg RR Sri Widjayanti Suryandari, membantah pihak rumah sakit menolak pasien. Ia menegaskan bahwa Alif telah mendapatkan penanganan medis sesuai prosedur sejak masuk ke IGD pada Sabtu (14/6/2025) pukul 22.30 WIB.
“Pasien sudah ditangani sesuai prosedur. Hasil observasi medis menunjukkan bahwa kondisi pasien stabil dan masuk dalam kategori zona hijau. Dengan demikian, tidak memenuhi kriteria gawat darurat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan,” jelas Sri Widjayanti kepada wartawan.
Sri menyebut sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018, layanan rawat inap dengan jaminan BPJS hanya dapat diberikan bila kondisi pasien tergolong darurat. Karena itu, tim medis menyarankan agar pasien menjalani rawat jalan dan kontrol ke poli spesialis, sambil memantau perkembangan kondisi.
“Jika terjadi perburukan kondisi, kami siap menerima dan memberikan layanan kembali. Tapi saat diobservasi, pasien tidak dalam kondisi darurat yang masuk kriteria BPJS,” tegasnya.
Sri juga menjelaskan RSUD-EF tetap membuka layanan bagi seluruh masyarakat tanpa diskriminasi, namun setiap tindakan medis harus mengikuti ketentuan hukum dan pedoman medis yang berlaku.
Kasus ini menyoroti celah dalam sistem pelayanan kesehatan, terutama soal validasi status darurat dan akses terhadap program jaminan kesehatan. Suprapto mendesak agar Pemerintah Kota Batam segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas implementasi program berobat gratis bagi pemilik KTP Batam.
“Kesehatan adalah hak dasar rakyat. Kalau sistemnya tidak responsif terhadap warga tidak mampu, sama saja membiarkan mereka berjuang sendiri,” tutup Suprapto.
Polemik ini memperlihatkan pentingnya sinkronisasi antara pelayanan medis, regulasi BPJS, dan kebijakan jaminan sosial daerah agar tidak terjadi lagi kejadian serupa yang merenggut nyawa warga, khususnya anak-anak.
J5NEWSROOM.COM sedang berupaya menghubungi manajemen RSUD Embung Fatimah.
Editor: Agung

