
J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan pada musim kemarau memicu perhatian publik. Fenomena ini dianggap sebagai anomali karena terjadi di tengah musim kering dan di kawasan yang sebelumnya tidak pernah terdampak banjir.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyatakan bahwa banjir saat musim kemarau merupakan sinyal nyata dari dampak perubahan iklim yang semakin ekstrem dan mengancam.
“Banjir di musim kemarau bukan hal biasa. Ini menunjukkan bahwa pola cuaca kita sudah sangat tidak menentu dan patut menjadi perhatian serius,” ujar Eddy kepada awak media, Rabu, 9 Juli 2025.
Eddy menekankan bahwa pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu memperkuat manajemen krisis iklim, dengan menekankan aspek mitigasi dan adaptasi sebagai langkah strategis menghadapi situasi yang tak lagi bisa diprediksi berdasarkan musim.
Ia menjelaskan, manajemen krisis perubahan iklim dapat dilakukan melalui integrasi perencanaan tata ruang, perbaikan sistem drainase, serta pelibatan aktif masyarakat dalam menjaga lingkungan dan sumber daya air.
Wakil Ketua Umum PAN ini juga mendorong penguatan sistem peringatan dini serta respons cepat terhadap potensi bencana, mengingat musim tidak lagi bisa dijadikan satu-satunya patokan dalam menentukan risiko banjir.
“Kita tak bisa lagi mengandalkan pola musim lama. Ketika banjir bisa terjadi di musim kemarau, maka evaluasi menyeluruh terhadap sistem drainase, alih fungsi lahan, dan kawasan tangkapan air mutlak dilakukan,” ungkapnya.
Eddy mendesak kepala daerah agar segera menyusun kebijakan konkret untuk menghadapi krisis iklim dan bencana hidrometeorologi. Langkah-langkah seperti perbaikan tata kelola air, pembenahan drainase, dan kesiapan tanggap darurat harus diprioritaskan.
“Jangan sampai tindakan hanya diambil saat bencana sudah terjadi. Pemerintah daerah perlu proaktif dan memiliki strategi jangka panjang dalam menghadapi perubahan iklim,” pungkasnya.
Editor: Agung