Dakwaan Jaksa Dinilai Kabur, Terdakwa Kasus PMI Ilegal Agnesia Tak Ditahan

Terdakwa Agnesia usai menjalani sidang di PN Batam, Rabu (24/7/2025). (Foto: Paskal/BTD)

J5NEWSROOM.COM, Batam – Sidang kasus dugaan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal dengan terdakwa Agnesia Dwirifa alias Agnes Binti Aidi Rifai kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (24/7/2025), dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan terdakwa.

Majelis hakim yang dipimpin Dauglas Napitupulu dengan hakim anggota Andi Bayu dan Dina Puspasari mendengarkan argumentasi penasihat hukum terdakwa yang menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aditya Otavian, kabur dan tidak memenuhi syarat formil.

“Surat dakwaan ini tidak cermat. Tidak jelas apa peran klien kami yang sesungguhnya, dan lebih banyak menduga-duga. Oleh karena itu kami meminta majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum,” kata penasihat hukum Agnesia saat membacakan eksepsi.

Dalam surat dakwaan, JPU menjerat Agnesia dengan Pasal 81 jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa menuding Agnesia bersama suaminya, Tan Pek Hee alias Steven Tan (berkas terpisah), merekrut calon PMI dan akan memberangkatkan mereka ke Singapura secara ilegal.

Menurut jaksa, PT Celer Marine and Offshore Indonesia yang dipimpin Agnesia merekrut calon pekerja, seperti Defri Ripandra, Benhusni, dan Agung Amansyah untuk diberangkatkan ke Singapura pada 21 Februari 2025 melalui Pelabuhan Feri Internasional Batam Center. Namun, rencana itu digagalkan kepolisian.

“Perusahaan yang dipimpin terdakwa terbukti menjalankan aktivitas penempatan tenaga kerja luar negeri tanpa memenuhi syarat perizinan yang diatur undang-undang,” tegas JPU Aditya Otavian.

Pihak pembela membantah tuduhan itu. Mereka menyebut Agnesia hanya dipinjam namanya sebagai direktur karena statusnya sebagai warga negara Indonesia, sementara operasional perusahaan sepenuhnya dijalankan suaminya.

Meski didakwa dengan pasal serius yang menyangkut perlindungan PMI, Agnesia tidak ditahan. Jaksa tidak menjelaskan alasan penangguhan penahanan, padahal dalam kasus serupa banyak terdakwa lain langsung ditahan sejak tahap penyidikan.

Padahal, praktik pengiriman PMI ilegal sering menimbulkan korban. Selain kerugian materi, para PMI berisiko mengalami eksploitasi hingga kekerasan di negara tujuan. Namun dalam perkara ini, terdakwa tetap bebas menjalani aktivitas sehari-hari tanpa penahanan.

Langkah ini memunculkan pertanyaan tentang konsistensi aparat penegak hukum. Apalagi, Batam selama ini dikenal sebagai salah satu pintu utama penempatan ilegal PMI ke Singapura dan Malaysia.

Data Dinas Tenaga Kerja Kepulauan Riau (Kepri) menunjukkan, puluhan kasus serupa diungkap setiap tahun, dengan pola yang nyaris sama memanfaatkan perusahaan berbadan hukum untuk merekrut calon pekerja tanpa prosedur resmi.

“Kalau kasus-kasus seperti ini tidak ditangani tegas, bukan tidak mungkin jaringan pengiriman ilegal akan terus beroperasi. Bahkan terdakwa bisa saja memengaruhi saksi atau menghilangkan barang bukti,” kata seorang aktivis perlindungan PMI di Batam yang enggan disebut namanya.

Publik kini menunggu sikap majelis hakim dalam putusan sela pekan depan. Apakah dakwaan akan dinyatakan sah, atau sebaliknya dibatalkan demi hukum?. Sidang ditunda pekan depan dengan agenda pembacaan putusan sela majelis hakim.

Editor: Agung