Guru dan Pekerja Swasta Dipanggil KPK Terkait Dugaan Suap Pengurusan TKA di Kemnaker

Jurubicara KPK, Budi Prasetyo. (Foto: Ist)

J5NEWSROOM.COM, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap tiga saksi, yakni seorang guru bernama Siti Fahriyani Zahriyah, serta dua pihak swasta, Gioatika Pramodawardhani dan Berry Trimadya. Ketiganya dimintai keterangan di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa, 29 Juli 2025.

Kasus ini telah menjerat delapan tersangka, termasuk Suhartono yang menjabat Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker periode 2020-2023, serta Haryanto yang pernah menjabat sebagai Direktur PPTKA dan kini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan. Turut terseret pula sejumlah mantan pejabat, seperti Wisnu Pramono dan Devi Angraeni, serta staf PPTKA, yaitu Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Hasil penyidikan menemukan bahwa praktik pemerasan terhadap pemohon RPTKA telah berlangsung sejak 2012 hingga 2024, mencakup era kepemimpinan Muhaimin Iskandar dan Ida Fauziyah. Uang suap yang diterima total mencapai Rp53,7 miliar, dengan Haryanto disebut menerima paling besar, yakni Rp18 miliar. Sebagian uang digunakan untuk kepentingan pribadi hingga pembelian aset, bahkan juga dibagikan sebagai uang rutin kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA.

Dalam pengajuan RPTKA, pemohon diwajibkan mengunggah dokumen secara daring untuk diverifikasi oleh Ditjen Binapenta dan PKK. Namun, verifikasi hanya diproses jika pemohon menyerahkan uang kepada oknum pejabat terkait. Jika tidak, berkas cenderung dibiarkan tanpa informasi atau diperlambat. Proses ini juga mencakup wawancara via Skype, yang hanya dijadwalkan bagi pemohon yang menyetor uang suap.

RPTKA merupakan dokumen penting sebagai syarat penerbitan izin kerja dan tinggal bagi tenaga kerja asing (TKA). Jika tidak segera terbit, maka TKA dikenai denda Rp1 juta per hari. Kondisi ini dimanfaatkan para tersangka untuk meminta uang kepada pemohon agar terhindar dari denda keterlambatan. Saat ini, KPK telah menerima pengembalian dana ke kas negara senilai Rp8,51 miliar.

Editor: Agung