
J5NEWSROOM.COM, Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyatakan kesiapan pemerintahnya untuk mengakui negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB yang dijadwalkan berlangsung pada September mendatang. Pengakuan tersebut akan dilakukan dengan syarat Israel memenuhi tiga ketentuan utama: membuka akses lebih luas bagi bantuan kemanusiaan ke Gaza, menghentikan rencana aneksasi Tepi Barat, serta berkomitmen pada proses perdamaian jangka panjang berbasis solusi dua negara.
“Sebagai bagian dari upaya menuju perdamaian, saya tegaskan bahwa Inggris akan mengakui negara Palestina melalui Majelis Umum PBB pada bulan September,” ujar Starmer dalam pidatonya kepada wartawan di London, sebagaimana dilansir NPR, Rabu 30 Juli 2025. Ia menambahkan, Inggris akan menilai perkembangan implementasi ketiga syarat tersebut sebelum keputusan akhir diambil. “Tidak akan ada veto atas keputusan ini,” tegasnya.
Langkah ini diumumkan usai Starmer memanggil kabinetnya dari masa reses musim panas untuk menyusun rencana perdamaian baru bersama para pemimpin Eropa, serta mempercepat penyaluran bantuan kepada lebih dari 2,2 juta penduduk Gaza.
Jika terealisasi, Inggris akan menjadi negara Barat kedua di Dewan Keamanan PBB setelah Prancis yang secara resmi mengakui Palestina sebagai negara. Keputusan ini menandai meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel di tengah konflik berkepanjangan di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 60 ribu warga Palestina dan menciptakan krisis kemanusiaan besar-besaran.
Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron telah menyatakan niat negaranya untuk mengakui Palestina dengan merujuk pada wilayah yang direbut Israel sejak perang 1967. Namun, langkah itu menuai kritik tajam dari Israel dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat, yang menyebut pengakuan tersebut sebagai “hadiah” untuk Hamas.
Sikap Starmer terhadap Israel juga berubah drastis sejak menjabat sebagai perdana menteri. Saat masih menjabat sebagai pemimpin oposisi pada 2023, ia mendukung penuh hak Israel membela diri. Namun sejak terpilih, pemerintahannya mengambil langkah lebih keras terhadap Israel, termasuk menghentikan penjualan senjata tertentu, mendukung surat perintah ICC untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan menjatuhkan sanksi kepada dua menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich.
Editor: Agung

