
J5NEWSROOM.COM, Kendari – Senin itu, Kendari diselimuti langit mendung. Waktu hampir menunjukkan pukul lima sore saat seorang pria memasuki kompleks Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Langkahnya mantap, senyum ramah tak pernah lepas dari wajahnya. Ia adalah Dr Aqua Dwipayana, pakar komunikasi dan motivator nasional yang dikenal luas karena kiprahnya menebar semangat di berbagai instansi dan daerah.
Kedatangannya bukan sekadar kunjungan biasa. Ia tengah menunaikan janji—janji kepada seorang sahabat lama sekaligus tokoh penegak hukum yang kini mengemban amanah di Bumi Anoa: Dr Abdul Qohar Affandi, Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra yang baru saja dilantik.
“Begitu beliau (Dr Qohar) bertugas di Kendari, saya langsung bilang: insya Allah saya akan segera menyusul ke sini,” ujar Dr Aqua kepada Republika.
Janji itu bukan basa-basi. Senin, 28 Juli 2025, Dr Aqua terbang ke Kendari. Dan dari pukul 17.00 WITA hingga hampir pukul 22.00 malam, kedua sahabat itu larut dalam perbincangan mendalam. Lima jam lebih. Dari ruang kerja di kantor Kejati hingga meja makan sederhana di Resto Surya, tempat yang dikenal akan suasana tenang dan makanan rumahan yang hangat.
Sahabat Seiring Jalan
Persahabatan antara Dr Aqua dan Dr Qohar bukan hubungan sesaat. Keduanya sudah lama saling mengenal, saling menghormati, dan saling mengisi. Bagi Dr Aqua, Dr Qohar bukan hanya penegak hukum, tapi juga pribadi yang tawadhu dan berintegritas.
Saat mereka bertemu sore itu, tidak ada basa-basi formal. Percakapan langsung mengalir dengan hangat. Dari urusan pribadi, kondisi nasional, tantangan penegakan hukum di daerah, hingga strategi komunikasi yang efektif untuk membangun kepercayaan publik terhadap institusi kejaksaan.
Dr Qohar baru seminggu menjabat sebagai Kajati Sultra. Namun, berbagai tantangan langsung menyambutnya. Kasus-kasus korupsi besar yang selama ini membayangi lembaga publik di wilayah ini, kini menjadi fokus utama.
“Hari ini persis tujuh hari saya bertugas di Sultra. Saya masih beradaptasi,” ujar Dr Qohar, merendah.
Namun jelas dari raut wajah dan pilihan katanya, pria asal Lamongan itu datang dengan niat kuat untuk membawa perubahan. Bukan dengan gemuruh, tapi dengan kerja sunyi dan langkah pasti.
Selama pertemuan itu, Dr Aqua lebih banyak menyimak. Bukan karena tidak punya gagasan, melainkan karena ia menghormati pengalaman dan kepercayaan yang dibagikan sahabatnya. Sikap ini sejalan dengan prinsip hidupnya: berbicara seperlunya, mendengar sepenuhnya.
“Yang saya kagumi dari Dr Qohar adalah konsistensinya dalam bersikap rendah hati, walau sudah menduduki posisi penting. Itu kekuatan sejati seorang pemimpin,” ungkap Dr Aqua.
Suasana perbincangan berpindah ke Resto Surya menjelang malam. Di tempat sederhana itu, di bawah lampu remang dan secangkir teh hangat, obrolan keduanya semakin dalam. Bukan lagi sekadar membahas strategi kerja, tapi juga makna pengabdian, tantangan moral pejabat publik, dan pentingnya membangun keteladanan dalam keluarga maupun institusi.
Sebelum mereka berpisah, satu kesepakatan lahir: Dr Aqua akan kembali ke Kendari bulan depan, memenuhi undangan resmi Dr Qohar. Ia diminta untuk berbagi pengalaman dan motivasi di hadapan seluruh jajaran Kejati Sultra—termasuk para istri pegawai.
Undangan itu bukan sekadar acara formal. Di dalamnya tersimpan niat tulus untuk membangun budaya kerja yang sehat, terbuka, dan mengedepankan nilai-nilai luhur.
“Alhamdulillah… Saya merasa terhormat sekaligus bersemangat untuk kembali,” ucap Dr Aqua dengan mata berbinar.
Dalam dunia yang kerap riuh oleh jabatan dan pencitraan, pertemuan seperti ini menjadi semacam oase. Dua tokoh dari latar belakang berbeda—satu penegak hukum, satu komunikator publik—bertemu bukan karena keharusan protokoler, melainkan karena persahabatan dan kesamaan nilai.
Tak banyak publik tahu, betapa pentingnya ruang-ruang dialog seperti ini. Sebab dari sinilah lahir keputusan-keputusan besar yang sering kali mengubah arah sebuah lembaga. Bukan hanya lewat aturan tertulis, tetapi melalui perjumpaan yang membentuk kepercayaan.
Saat malam makin larut, Dr Aqua dan Dr Qohar berjabat tangan. Keduanya melangkah keluar dari restoran, membawa semangat baru untuk hari esok. Dan di langit Kendari yang mulai cerah kembali, barangkali ada isyarat bahwa segala hal besar dimulai dari perbincangan sederhana—yang tulus dan penuh makna.
Editor: Agung

