Bagaimana Kita Menyikapi Penghina Nabi?

Oleh Naila Ahmad Farah Adiba

KALI ini tersiar kembali sebuah kabar tentang salah satu media satire LeMan yang menerbitkan kartun untuk menghina Nabi. Hal ini tentu saja memicu kemarahan publik. Sebab tindakan seperti ini benar-benar tidak bisa dibiarkan dan diremehkan.

Sosok Nabi yang seharusnya dijunjung tinggi dan diteladani, malah dijadikan kartun dengan tujuan menghina. Walaupun dari pihak media menyangkalnya, namun tindakan seperti ini harus dimusnahkan hingga akar-akarnya.

Tak hanya kejadian kali ini, beberapa waktu yang lalu juga banyak bermunculan akun-akun sosial media yang menampilkan penghinaan terhadap Nabi. Kebebasan berekspresi di alam demokrasi saat ini sangat meresahkan umat muslim.

Para musuh-musuh Islam yang benci dengan agama ini semakin hari semakin bertindak represif. Mereka menggunakan sarana apa saja untuk mengekspresikan kebencian mereka. Slogan hak asasi manusia selalu menjadi tameng jika ada yang mengusik perbuatan mereka.

Dengan tameng itu pula mereka tidak lagi memperhatikan bahwa pembuatan karikatur tersebut menghina umat muslim. Dalam pikiran mereka yang terpenting adalah ada manfaat materi di dalamnya. Tidak peduli apakah perbuatan baik, atau malah sangat buruk.

Di dalam Islam, perbuatan-perbuatan semacam ini akan dengan mudah dibasmi. Sebab, asas yang digunakan adalah akidah Islam. Sehingga tidak akan ditemukan perbuatan yang hanya mengandalkan asas materi maupun kebebasan semata.

Tak hanya itu, Islam memiliki mekanisme untuk menjaga kemuliaan dan kehormatannya dengan penerapan syari’at Islam secara paripurna. Penerapan itu telah terbukti ketika Daulah Islam berjaya sepanjang 1400 tahun lamanya.

Banyak sekali buku dan catatan yang bisa menjadi bukti hal tersebut. Tak hanya dari pihak kaum muslimin. Bahkan diakui oleh para sejarawan Barat yang obyektif. Sehingga dengan adanya mekanisme tersebut mampu mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan.

Selain itu, Islam juga memiliki sanksi yang tegas dan memiliki efek jera bagi para pelakunya. Hukum syara’ telah menentukan sanksi yang beragam untuk mereka, baik yang menghina secara langsung maupun yang mengeluarkan pernyataan secara multitafsir.

Sanksi ini berlaku untuk siapapun pelakunya. Baik dari kafir harbi fi’lan (kafir mutlak), kafir dzimmi (kafir yang berada dalam penjagaan Daulah), maupun kaum muslim itu sendiri. Dengan demikian, perbuatan yang menghina Nabi ini dapat terselesaikan secara sempurna.

Oleh karenanya, sikap kita sebagai seorang muslim adalah mengusahakan sebuah sistem yang menerapkan sanksi secara tegas untuk para pengguna Nabi. Agar pada pelaku tersebut merasa jera dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.*

Wallahu a’lam bish shawab.

Penulis adalah Siswi MAN 1 Kota Batam.