
J5NEWSROOM.COM, Padang – Rabu siang yang teduh di Kota Padang, 6 Agustus 2025, menjadi momen tak terlupakan bagi Dr Aqua Dwipayana. Pakar komunikasi dan motivator nasional itu berkesempatan bersilaturahim langsung dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kajati Sumbar), Yuni Daru Winarsih, di kantornya.
Pertemuan itu berlangsung hangat sejak menit pertama. Meski baru pertama kali bertatap muka, suasana langsung cair. Keduanya sama-sama terbiasa berbicara secara lugas, terbuka, dan apa adanya. Dalam waktu tak kurang dari dua jam, berbagai cerita mengalir begitu saja, membentuk untaian kisah menarik tentang perjalanan, tantangan, dan refleksi hidup dari seorang perempuan tangguh di tubuh kejaksaan.
Yuni, seorang ibu dari dua putri, tampil tenang namun penuh energi. Ia telah bertugas sebagai Kajati Sumbar selama kurang lebih sepuluh bulan. Bagi perempuan yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah, penugasan di provinsi ini bukan sekadar rotasi jabatan—melainkan juga sebuah perjalanan batin dan pembelajaran hidup yang mendalam.
“Saya bersyukur ditugaskan di Sumbar. Banyak hal yang saya pelajari di sini, dan semua itu memberikan hikmah. Tidak ada pengalaman yang sia-sia,” ujar Yuni dengan suara lembut, namun penuh keyakinan.
Yuni tidak menutupi bahwa penugasannya di Sumatera Barat menghadirkan banyak tantangan, baik secara internal dalam institusi maupun eksternal di tengah masyarakat. Ia menghadapi berbagai dinamika, termasuk persoalan profesionalisme lembaga, transparansi, hingga harapan publik terhadap penegakan hukum yang adil dan humanis.
Namun, dengan pendekatan yang komunikatif dan empatik, satu per satu persoalan itu ia hadapi. Bukan dengan pendekatan kekuasaan, tetapi dengan kebijaksanaan, komunikasi yang terbuka, dan hati yang terbuka pula.
“Kita ini harus siap menjadi pendengar. Banyak masalah yang terlihat rumit, ternyata bisa diselesaikan hanya karena kita mau duduk bersama dan saling memahami,” kata Yuni, yang percaya bahwa keberhasilan seorang pemimpin bukan hanya diukur dari pencapaian kinerja, tetapi dari bagaimana ia menyentuh hati orang-orang di sekitarnya.
Dalam pertemuan itu, Dr Aqua mengamati langsung bagaimana kerendahan hati menjadi bagian dari karakter kepemimpinan Yuni. Tidak banyak pemimpin yang mau berbagi cerita secara terbuka, apalagi kepada orang yang baru dikenal. Namun Yuni melakukannya dengan penuh kehangatan. Ia tidak hanya berbagi tentang pekerjaannya sebagai Kajati, tetapi juga soal kehidupan pribadi, nilai-nilai yang diyakininya, serta harapannya terhadap masa depan kejaksaan.
“Saya tidak ingin anak-anak saya nanti hanya mengenal saya sebagai pejabat. Mereka harus tahu bahwa yang saya jalani ini adalah amanah. Saya ingin mereka belajar bahwa setiap jabatan itu ada tanggung jawab moral di dalamnya,” ungkap Yuni, matanya sedikit berkaca.
Kesan itu begitu membekas bagi Dr Aqua. Ia menilai, Yuni bukan hanya sosok pemimpin perempuan yang tangguh, tetapi juga contoh nyata bahwa ketulusan adalah kekuatan terbesar dalam kepemimpinan.
Perempuan dan Kepemimpinan Hukum
Dalam dunia yang selama ini banyak didominasi oleh laki-laki, khususnya di lembaga penegakan hukum, kehadiran Yuni membawa warna yang berbeda. Ia tidak hanya menampilkan sisi tegas seorang jaksa, tetapi juga sisi keibuan yang peduli terhadap keadilan sosial.
Yuni menyadari bahwa menjadi perempuan dalam struktur birokrasi penegakan hukum adalah sebuah tantangan tersendiri. Namun ia justru memaknainya sebagai ruang perjuangan yang harus dilalui dengan penuh integritas dan keberanian.
“Tidak mudah memang. Tapi bukan berarti tidak bisa. Kita harus menunjukkan bahwa perempuan juga mampu memimpin dengan tegas, adil, dan tetap menjaga etika,” tuturnya.
Pertemuan itu, bagi Dr Aqua, adalah lebih dari sekadar kunjungan silaturahim. Ia menyimak, mencatat, dan merenungkan setiap potongan kisah yang disampaikan Yuni. Dalam waktu dua jam, banyak hal yang bisa dipelajari—tentang kehidupan, pengabdian, dan nilai-nilai yang tak lekang oleh zaman.
“Saya merasa sangat beruntung bisa duduk bersama Bu Yuni. Kisahnya bukan hanya inspiratif, tapi juga menguatkan keyakinan bahwa Indonesia masih memiliki banyak pemimpin dengan hati nurani,” kata Dr Aqua usai pertemuan.
Seiring matahari sore mulai condong, keduanya menutup pertemuan itu dengan senyum dan doa. Tidak ada janji pertemuan ulang, tapi benih persahabatan dan saling hormat sudah tumbuh dengan kuat.
Dalam kesederhanaannya, pertemuan itu menjadi pengingat bahwa kebaikan, ketulusan, dan komitmen pada nilai-nilai adalah fondasi utama dalam membangun negeri—baik lewat jalur hukum maupun lewat komunikasi hati ke hati.
Editor: Agung

