KPK Temukan Kesepakatan Kuota Haji Khusus 50 Persen antara Pejabat Kemenag dan Agen Travel

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih. (Foto: Kompas)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya pertemuan antara pejabat Kementerian Agama (Kemenag) dan asosiasi perusahaan travel yang membahas pembagian kuota haji 2024. Pertemuan itu terjadi setelah pemerintah memperoleh tambahan kuota haji sebanyak 20.000, di mana agen travel mulai melobi Kemenag agar porsi haji khusus diperbesar. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan agen travel menilai keuntungan mereka akan lebih kecil jika tambahan kuota dibagi sesuai skema 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Karena itu, mereka mendorong agar kuota haji khusus ditambah.

Asep mengungkap, lobi-lobi tersebut berujung pada serangkaian rapat yang melibatkan perwakilan agen travel dan pejabat Kemenag hingga tercapai kesepakatan untuk membagi kuota tambahan menjadi 50 persen haji reguler dan 50 persen haji khusus. Kesepakatan ini, menurut Asep, masih berada di tingkat bawah dan belum sampai ke pembuat kebijakan. KPK saat ini tengah menelusuri pembagian kuota 50 persen tersebut yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan kerugian negara akibat dugaan korupsi kuota haji 2024 diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun. Ia mengatakan penetapan tersangka belum dilakukan karena masih diperlukan pemeriksaan pihak-pihak yang mengetahui perkara ini. KPK memastikan kasus yang terjadi pada masa jabatan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tersebut telah naik ke tahap penyidikan setelah ditemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi.

KPK telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan untuk kasus ini dan menggunakan Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara, termasuk perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang mengakibatkan kerugian negara.

Editor: Agung