
J5NEWSROOM.COM, Pati – Gerakan konsolidasi rakyat di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, telah berlangsung secara intens dalam beberapa hari terakhir. Aksi massal ini menyuarakan satu pesan terbuka: ketika rakyat merasa dipinggirkan oleh kekuasaan, mereka mampu berkumpul dan menggelorakan kekuatan kolektif yang kritis.
Abeninya keresahan itu disejajarkan dengan kebijakan kontroversial kenaikan pajak hingga 250 persen yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Ditambah lagi, sikap arogansi pemimpin daerah yang menantang warga untuk berdemonstrasi justru menambah bahan bakar bagi akumulasi kemarahan—membangun solidaritas massal yang diwarnai semangat perlawanan.
Menanggapi gelombang protes, DPRD Pati membentuk Panitia Khusus Pemakzulan terhadap Bupati. Respons ini disambut baik oleh masyarakat sebagai tanda bahwa mekanisme demokrasi masih bisa dijalankan—selama legislator benar-benar menindaklanjuti janji mereka. Jika DPRD abai, kekecewaan rakyat dianggap berpotensi membesar.
Pesan moral dari Pati ini menjadi peringatan penting bagi kepala daerah dan pemimpin nasional: pertama, kebijakan musti berpihak pada rakyat, selaras dengan janji saat berkampanye dan disusun melalui kajian mendalam yang melibatkan masyarakat. Kedua, komunikasi pemerintah harus konsisten, konstruktif, dan tidak merendahkan rakyat sehingga menciptakan jarak antara penguasa dan warga.
Masyarakat kini lebih waspada dan aktif memantau pemerintahan. Bukan tidak mungkin, ketika rakyat bersuara “diam”, itu adalah tanda konsolidasi bawah yang siap terpentik menjadi mosi tidak percaya. DPRD pun diingatkan untuk menjadi representasi aspiratif yang peka dan responsif—bukan sekadar berada di bawah bayang-bayang kepala daerah.
Editor: Agung

