
J5NEWSROOM.COM, Bangka Belitung – Udara dalam kabin pesawat Garuda Indonesia GA 136 siang itu terasa sejuk dan tenang. Di kursi 8KH, dua penumpang yang terpisah usia hampir empat dekade terlibat percakapan hangat—sebuah pertemuan tak terduga yang berubah menjadi pelajaran hidup berharga.
Salah satu dari mereka adalah Dr Aqua Dwipayana, pakar komunikasi dan motivator nasional yang kerap berpindah kota mengisi seminar. Yang satu lagi, seorang perempuan sepuh berwajah teduh, bersuara lembut namun penuh semangat: Wiliya, 93 tahun. Seorang nenek dari 20 cucu, ibu dari delapan anak, dan pemilik utama Niaga, main dealer mobil Honda di Provinsi Bangka Belitung.
“Umur panjang itu bukan soal rahasia,” ucap Wiliya sembari tersenyum, seperti sedang menyampaikan wejangan kepada cucu-cucunya. “Itu soal cara hidup. Cara berpikir. Dan cara memaafkan.”
Dalam penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta Tangerang menuju Bandara Depati Amir Pangkalpinang pada Selasa, 12 Agustus 2025, percakapan mereka berlangsung lebih dari satu jam. Tapi bagi Aqua, itu seperti mendapatkan hikmah yang tak ternilai.
Wiliya tidak banyak bercerita tentang bisnisnya yang besar. Ia lebih suka bicara soal lempah, makanan berkuah khas Bangka Belitung yang kaya rempah. “Saya sering makan lempah. Panas-panas, kuahnya segar, bumbunya menyehatkan,” ucapnya ringan. Tapi ia segera menambahkan hal yang jauh lebih penting.
“Tubuh bisa makan enak, tapi hati juga harus bersih. Jangan dendam. Maafkan mereka yang pernah menyakiti. Itu yang membuat saya hidup ringan,” katanya sembari menepuk lembut tangan Aqua.
Selama penerbangan, suara Wiliya kerap mengalun pelan. Ia menyanyikan lagu-lagu Mandarin dengan pengucapan fasih. Lagu-lagu yang mengisi masa kecilnya dan selalu ia bawa ke usia hampir satu abad.
Undangan sederhana yang dilontarkan Wiliya di langit menjadi kenyataan dua hari kemudian. Pada Kamis pagi, 14 Agustus 2025, Aqua memenuhi janjinya. Ia datang bersilaturahim ke rumah Wiliya di Jl. Soekarno Hatta No. 82, Pangkalpinang. Rumah itu tak sekadar menjadi tempat tinggal. Ia menjadi simbol dari karakter sang empunya: hangat, terbuka, dan tak pernah menolak tamu.
Di sana, Aqua juga bertemu dengan Himawan, salah satu putra Wiliya. Dari wajah Himawan terlihat bagaimana nilai-nilai ibunya mengalir dalam darah keturunannya. Nilai kerja keras, tetapi tetap mengutamakan hati yang bersih dan hubungan antar-manusia yang harmonis.
“Alhamdulillah,” ujar Aqua kemudian. “Saya tidak hanya mendapat pelajaran tentang umur panjang. Tapi juga pelajaran tentang bagaimana menjaga hati agar tidak keruh oleh dunia.”
Menjadi Tua Tanpa Menjadi Lelah
Di usia 93 tahun, Wiliya jauh dari kesan renta. Ia masih bugar, ceria, dan penuh semangat. Menjadi tua, baginya, bukan berarti kehilangan rasa ingin tahu. Ia tetap menyanyi, tetap bersosialisasi, dan tak segan mengundang orang asing untuk bertukar cerita.
Apa rahasianya?
“Saya tidak menolak usia,” ucapnya pelan. “Kalau sudah tua ya syukuri. Yang penting, jangan berhenti mencintai hidup.”
Barangkali itulah sebabnya mengapa hidup terus mencintai Wiliya. Ia menyambut setiap hari dengan senyum. Ia makan dengan sederhana, tetapi selalu penuh syukur. Ia bicara pelan, tapi sarat makna.
Wiliya tak banyak bicara soal angka dalam rekening. Ia lebih suka berbicara tentang apa yang tersimpan dalam hati. Karena baginya, umur panjang bukanlah hasil dari bisnis yang besar, tapi dari jiwa yang luas.
Editor: Agung

