
J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa barang bukti berupa ponsel yang disita dari rumah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas merupakan hasil penggeledahan resmi penyidik. Meski pihak Yaqut membantah kepemilikan perangkat tersebut, KPK menekankan bahwa fokus penyidikan terletak pada isi dari perangkat elektronik itu.
“Barang bukti elektronik tersebut diamankan saat penggeledahan di rumah yang bersangkutan,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Ponsel yang disita kini tengah diperiksa melalui analisis forensik digital. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari pengembangan kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama.
“Esensinya bukan pada siapa pemilik ponsel, tetapi pada isi dari perangkat itu. Data yang ada bisa menjadi petunjuk penting dalam proses penyidikan,” ujar Budi.
Hasil analisis tersebut akan menjadi bagian dari materi pemeriksaan saat Yaqut kembali dipanggil sebagai saksi dalam tahap penyidikan. Sebelumnya, ia telah dimintai keterangan saat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan, Kamis (7/8/2025).
Sebelumnya, kuasa hukum Yaqut, Melissa Anggraini, membantah bahwa ponsel yang disita merupakan milik kliennya. Ia menyatakan bahwa Yaqut tetap menghormati dan mendukung proses hukum yang tengah berjalan.
“Penyitaan tersebut bukan terhadap barang pribadi Gus Yaqut. Namun, beliau kooperatif dan mendukung langkah KPK dalam mengusut perkara ini agar terang,” ujarnya, Senin (18/8/2025).
Penggeledahan dilakukan KPK di rumah Yaqut di kawasan Jakarta Timur pada Jumat (15/8/2025). Dalam kegiatan itu, penyidik menyita sejumlah dokumen dan perangkat elektronik, termasuk satu unit ponsel.
Kasus dugaan korupsi ini mencuat setelah tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi pada 2023, menyusul pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan otoritas Arab Saudi. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama tertanggal 15 Januari 2024, kuota tambahan tersebut dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Kuota haji khusus dikelola melalui biro travel swasta, dengan rincian 9.222 untuk jemaah dan 778 untuk petugas. Adapun kuota reguler didistribusikan ke seluruh provinsi, dengan proporsi terbesar berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Pelaksanaannya dikelola langsung oleh Kementerian Agama.
Namun, pembagian kuota ini diduga menyalahi aturan dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan porsi kuota nasional sebesar 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Perubahan komposisi tersebut dinilai merugikan negara, karena sebagian dana yang semestinya masuk ke kas negara justru mengalir ke pihak swasta.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya dugaan setoran dari perusahaan travel kepada oknum pejabat Kemenag, dengan nilai berkisar antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per kuota. Jika dikonversi, nominal tersebut setara dengan Rp41 juta hingga Rp113 juta per kuota, tergantung pada kurs rupiah saat ini.
KPK menyatakan penyidikan masih terus berjalan dan belum menetapkan tersangka dalam perkara ini.
Editor: Agung