
J5NEWSROOM.COM, Batam – Satu per satu cerita kelam jaringan narkoba lintas negara terbuka di ruang sidang Pengadilan Negeri Batam. Dalam sidang pekan ini, sorotan publik tertuju pada sosok tak terduga: Sheqal Syahzuardi, oknum anggota Polda Kepri. Ia duduk di kursi terdakwa bersama istrinya, Alpiani Abella, dan rekannya, Panahatan Gunawan.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Andi Bayu, Douglas Napitupulu, dan Dina Puspasari, Rabu, 20 Agustus 2025, Sheqal tidak membantah keterlibatannya. Ia mengaku ikut terbang ke Johor Bahru, Malaysia, awal Maret lalu, bersama Pipin –sapaan istrinya– dan Panahatan, dalam rangka mengambil narkotika jenis sabu.
“Kami tinggal empat hari di Malaysia. Pipin yang pesan hotel, saya yang ambil barang dari kurir,” ujar Sheqal tenang, tanpa ekspresi.
Barang haram itu, kata Sheqal, berasal dari Gana Pati alias Benjen, sosok yang disebut sebagai pemasok jaringan dan kini berstatus buron. Instruksi datang dari Jojo, narapidana yang kabarnya menjadi pengendali operasi ini dari balik pelarian. Dari kaki tangan Benjen, Sheqal menerima setengah kilogram sabu, yang kemudian dipaket ulang.
Sebagian sabu –171,66 gram– disembunyikan dalam popok dewasa yang dikenakan Panahatan. Sisanya belum sempat diedarkan. Namun rencana mereka gagal ketika Bea Cukai mencurigai isi popok saat Panahatan melintas di Pelabuhan Batam Center pada 5 Maret 2025. Pemeriksaan X-ray menemukan zat mencurigakan, dan hasil tes urine menguatkan dugaan: Panahatan positif narkotika.
Malam harinya, giliran Sheqal dan Pipin ditangkap di luar pelabuhan.
Jaksa Aditya Otavian menyebut Sheqal sebagai penghubung utama jaringan Malaysia dengan kurir lokal di Batam. Ironisnya, statusnya sebagai aparat penegak hukum justru memperberat posisi hukumnya di mata jaksa.
“Sheqal dijanjikan upah Rp15 juta. Pipin Rp10 juta. Panahatan hanya Rp5 juta untuk menyelundupkan sabu lewat popok,” ujar Aditya.
Barang bukti yang disita berupa dua bungkus sabu dengan total berat 171,66 gram. Hasil uji BPOM menunjukkan kandungan metamfetamin, zat golongan I yang masuk kategori narkotika berat. Modus penyelundupan dalam popok ini, menurut aparat, bukan kali pertama digunakan oleh jaringan internasional.
Ketiganya dijerat Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Narkotika, tentang persekongkolan dan perantara dalam transaksi narkotika melebihi lima gram –pasal yang membuka kemungkinan hukuman mati.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan.
Editor: Agung

