
J5NEWSROOM.COM, Penerapan tarif resiprokal sebesar 10 persen oleh Amerika Serikat pada April 2025 melalui kebijakan “America First” memberikan dampak signifikan bagi ekspor produk perikanan Indonesia. Dari awal penerapan tarif, perusahaan tuna loin sudah menghentikan produksinya, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di sejumlah pabrik pengolahan ikan. Contohnya di Bitung, di mana sekitar 60–80 karyawan dilaporkan terdampak PHK.
Survei terbatas yang dilakukan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia pada periode 22 Juli–6 Agustus 2025 menunjukkan bahwa 82,5 persen responden menyatakan pasar ekspor perikanan Indonesia sangat tergantung pada AS. Komoditas seperti udang, tuna, tongkol, dan cakalang paling terdampak—peningkatan tarif menekan kinerja ekspor, mengganggu rantai pasok, dan menurunkan minat investor.
Luthfian Haekal, Human Rights Manager DFW, menegaskan pentingnya strategi diversifikasi pasar ekspor. Alternatif yang dianggap potensial meliputi kolaborasi dagang dengan negara anggota BRICS, serta fasilitasi ekspor ke China, Eropa, dan Uni Emirat Arab. Diversifikasi ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu pasar tunggal.
Selain itu, kebijakan ini dimanfaatkan sebagai momentum untuk mengembangkan substitusi impor. Namun, tantangan utama yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah daya beli domestik yang masih rendah. Di sisi lain, mayoritas pelaku usaha melihat perlunya penguatan struktur ekspor nasional dan percepatan diversifikasi pasar melalui perjanjian bilateral maupun multilateral.
Editor: Agung

