RUU Perampasan Aset Jadi “Hantu” bagi Koruptor, Mereka Takut Dimiskinkan

Wasekjen Partai Demokrat, Didik Mukrianto. (Foto: Ist)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Pengamat politik menyatakan bahwa ketakutan terbesar seorang koruptor adalah kehilangan hartanya, bukan menjalani hukuman penjara. Ia mencurigai bahwa penundaan serius terkait pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR disebabkan oleh kekhawatiran para elite—bahkan beberapa anggota legislatif—akan adanya dampak langsung terhadap harta mereka.

Sesuai konsep non-conviction based yang diusung oleh RUU ini, negara memiliki kewenangan untuk menyita aset yang diduga bersumber dari tindak pidana, bahkan jika pelaku belum dipidana. Melalui mekanisme ini, aset koruptor bisa disita tanpa perlu menunggu vonis pengadilan, sehingga mengurangi celah untuk kehilangan jejak.

Praktisi hukum menekankan bahwa pemberantasan korupsi harus mencakup pemiskinan—bukan sekadar penindakan pidana. Jika asetnya tetap utuh, koruptor berpeluang kembali menikmati hasil tindak kejahatannya setelah bebas. RUU ini diharapkan menjadi jalan untuk menutup celah impunitas tersebut dan memberi efek jera yang nyata.

Komisi Pemberantasan Korupsi juga kembali mengingatkan bahwa koruptor paling takut dimiskinkan, sehingga pengesahan RUU Perampasan Aset dinilai sangat urgen. Namun fakta bahwa RUU ini masih tertahan menjadi pertanyaan: apakah ada ketakutan mendalam di kalangan pengambil keputusan untuk menyentuh harta mereka sendiri?

Editor: Agung