Penyidik Belum Penuhi Syarat, Kasus Penyiksaan Keji ART Sukajadi Batam Mandek

Tersangka Roslina (majikan korban-kanan) dan Merliyati (kiri), saat digelandang ke Mapolresta Barelang Batam. (Foto: Net)

J5NEWSROOM.COM, Batam – Proses hukum kasus penyiksaan keji ART di Kawasan Sukajadi Batam dengan tersangka Roslina dan Merliyati Louru Peda kembali tersendat. Lebih dari sepekan sejak Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam mengembalikan berkas perkara kepada penyidik Polresta Barelang, dokumen itu belum juga dilimpahkan kembali.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi Firdaus, menyebutkan jaksa peneliti menemukan sejumlah syarat formil dan materil yang belum terpenuhi. “Pada saat mengembalikan berkas itu, kami memberikan petunjuk agar dilengkapi pihak penyidik,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).

Jaksa Penuntut Umum, Aditya Syaummil, menambahkan hingga kini berkas perkara belum kembali ke meja jaksa. “Walaupun sudah kami kembalikan sejak 21 Agustus lalu, penyidik belum juga menyerahkan pelimpahan berkas itu kepada kami,” kata Aditya.

Menurutnya, situasi ini masih dalam batas waktu yang wajar. Penyidik diberi kesempatan 30 hari untuk melengkapi kekurangan. “Apabila dalam kurun waktu 30 hari berkas belum juga dilimpahkan, maka kami akan menyurati penyidiknya. Jika lebih dari 60 hari, SPDP bisa dikembalikan,” tegasnya.

Kasus ini menyeret Roslina, majikan korban, dan Merliyati, sepupu korban. Mereka didakwa melanggar Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT jo Pasal 55 KUHP. Jika berkas dinyatakan lengkap (P-21), kedua tersangka akan diserahkan bersama barang bukti ke Kejaksaan.

Perkara tersebut terbongkar pada 22 Juni 2025 setelah Regina Gin Juit menemukan unggahan di Facebook yang memperlihatkan kondisi korban, Intan Tuwa Negu, dengan wajah lebam dan tubuh penuh luka. Laporan Regina membuat polisi bergerak cepat hingga menangkap Roslina dan Merliyati sehari kemudian.

Hasil visum dr Reza Priatna dari RS Elisabeth Batam menunjukkan adanya memar, lecet, dan bengkak di hampir seluruh tubuh korban. Bibir bawah korban robek dan mengalami anemia akibat kekerasan tumpul. “Kondisi korban tidak memungkinkan untuk bekerja sementara waktu,” tertulis dalam laporan visum tertanggal 23 Juni 2025.

Pengakuan korban mengungkap pola kekerasan yang sistematis sejak Desember 2024. Ia mengaku dipukul, ditendang, kepalanya dibenturkan, hingga disiram air pel. Selain itu, korban dipaksa makan nasi basi, tidur di kamar mandi, dilecehkan secara verbal, bahkan dikurung dengan pengawasan kamera CCTV.

Kasus ini memantik perhatian publik di Batam karena menunjukkan tingkat kekerasan yang ekstrem sekaligus lemahnya perlindungan bagi pekerja rumah tangga. “Kekurangan berkas harus segera dilengkapi agar persidangan bisa berjalan. Korban menunggu keadilan,” tegas Priandi.

Editor: Agung