
J5NEWSROOM.COM, Batam – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Handoyo Salman, sosok yang disebut sebagai penghubung utama jaringan judi online (judol) lintas negara. Putusan yang lebih ringan dari tuntutan jaksa ini menimbulkan pertanyaan: apakah negara terlalu melunak menghadapi mafia judi online?
Ketua Majelis Hakim, Tiwik, menyatakan Handoyo terbukti bersalah dalam perkara judi online jaringan Filipina-Indonesia. “Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Handoyo Salman selama lima tahun, serta denda Rp5 miliar, subsider tiga bulan kurungan,” ucap Tiwik saat membacakan putusan, Senin (22/9/2025), didampingi hakim anggota Andi Bayu Mandala Putra dan Dina Puspasari.
Dalam amar putusan, majelis hakim juga merampas barang bukti berupa uang pecahan peso Filipina dan sejumlah telepon genggam untuk negara.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Susanto Martua, yang sebelumnya menuntut Handoyo delapan tahun penjara dengan denda Rp 5 miliar, subsider enam bulan kurungan. Jaksa mendakwa Handoyo melanggar Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan UU ITE, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam persidangan, jaksa menegaskan peran Handoyo bukan sekadar pelaksana teknis. “Terdakwa menjadi perantara penting operator situs judi W88 di Filipina dengan jejaring pengumpul rekening di Indonesia. Ia merekrut pemilik rekening, mengendalikan aliran dana, hingga memastikan sistem Bangladesh Market berjalan mulus,” ujarnya.
Handoyo bahkan tercatat pernah bekerja di sejumlah perusahaan judi internasional seperti 12Bet dan M88, sebelum bergabung dengan kantor One Central di Bataan pada 2023. “Tugas terdakwa antara lain menangani keluhan dana nyangkut dari berbagai situs seperti Windd15, Bengalwin, hingga Takabet,” kata jaksa.
Dengan akses ke dashboard back office dan belasan telepon pintar, Handoyo mengelola transaksi harian yang nilainya bisa mencapai Rp 3 miliar. Ia juga bekerja sama dengan terpidana Vivian dan Rahma Hayati Fahranticka, serta dua buron Erwin Ngadimin dan Grace.
Mereka membangun jaringan perekrutan pemilik rekening untuk disewakan lengkap dengan buku tabungan, ATM, dan token. “Imbalan yang diberikan Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta per rekening aktif,” ungkap jaksa.
Jaksa menambahkan, rekening-rekening itu menjadi jalur keluar masuk dana judi daring –mulai dari deposit hingga penarikan pemain. “Seluruh operasional dilakukan tanpa izin pemerintah,” katanya.
Operasi Handoyo terhenti pada 1 November 2024, ketika ia ditangkap aparat Filipina di Bataan. Ia kemudian diekstradisi ke Indonesia pada 20 November 2024. Saat itu, bisnis rekening sewaan yang dikelolanya hanya tersisa empat rekening aktif dengan pendapatan sekitar Rp 6 juta per bulan.
Meski peran Handoyo dinilai krusial dalam menopang bisnis judi online sejak 2017, majelis hakim memutuskan vonis lebih ringan dari tuntutan. Atas putusan ini, baik jaksa maupun terdakwa menyatakan masih pikir-pikir.
Editor: Agung

