
J5NEWSROOM.COM, Batam – Di tengah penghentian sementara kegiatan impor bahan baku PT Esun Internasional Utama Indonesia (Esun) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kembali muncul dokumen resmi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam yang memperkuat posisi perusahaan tersebut.
Dalam Surat Keterangan DLH Kota Batam Nomor B/1244/600.4.12/VIII/2023 yang diterbitkan pada 31 Agustus 2023, DLH menyatakan bahwa bahan baku yang digunakan PT Esun tidak termasuk kategori limbah B3 dan tidak mencemari lingkungan.
Surat yang ditandatangani oleh Kepala DLH Batam, Herman Rozie, itu menjelaskan bahwa PT Esun beroperasi di Kawasan Industri Sungai Harapan, Sekupang, dengan kegiatan utama berupa daur ulang logam dan nonlogam, di mana seluruh bahan bakunya berasal dari impor melalui Pelabuhan Batu Ampar Batam.
Berdasarkan hasil uji laboratorium oleh PT WLN Indonesia melalui Certificate of Analysis No. 20RP504 tertanggal 4 September 2020, DLH menyimpulkan bahwa material yang diolah oleh PT Esun tidak memiliki karakteristik limbah B3.
“Proses produksi yang dilakukan berupa pemilahan, pengepresan, dan pencacahan, tanpa proses peleburan yang dapat menghasilkan residu pencemar lingkungan,” demikian tertulis dalam surat keterangan tersebut.
DLH juga mencatat bahwa hasil produksi PT Esun berupa bijih plastik (pellet) tidak menimbulkan limbah padat maupun cair yang berbahaya. Sejumlah produk hasil olahan kemudian dikirim ke PT Hang Fung di Kabil serta ke unit industri lainnya di bawah PT Esun yang berlokasi di Horizon Park, untuk diolah lebih lanjut sebelum diekspor.
Temuan ini menunjukkan bahwa kegiatan industri PT Esun telah melalui proses pengawasan dan verifikasi teknis dari pemerintah daerah. Meskipun surat tersebut diterbitkan tahun lalu, substansinya dinilai masih relevan dengan situasi yang dihadapi perusahaan saat ini. Dokumen itu menjadi rujukan penting bahwa kegiatan industri berbasis daur ulang di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam telah memperoleh pengakuan lingkungan dari pemerintah daerah.
Di sisi lain, penghentian impor bahan baku oleh KLHK sejak September 2025 menunjukkan masih adanya ketidaksinkronan antara regulasi pusat dan daerah, khususnya dalam menafsirkan status bahan baku elektronik: apakah termasuk kategori limbah B3 atau merupakan bahan bernilai ekonomi.
Editor: Agung

