
J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Pemerintah Indonesia tengah mengambil langkah strategis untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence (AI). Saat ini, penyusunan peta jalan nasional AI sedang dilakukan guna memastikan pengembangan dan penerapannya dapat berjalan terarah dan berkelanjutan. Tujuannya adalah agar Indonesia mampu secara mandiri mengelola teknologi AI, memperkuat ekosistem inovasi, sekaligus mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin timbul.
Diperkirakan, pemanfaatan AI dapat berkontribusi sekitar USD 366 miliar atau 12% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2030. Proyeksi ini sejalan dengan tren global, di mana tingkat adopsi AI telah mencapai 56%, dan teknologi generative AI menyumbang sekitar USD 4,4 triliun per tahun terhadap ekonomi dunia. Sayangnya, dalam Global AI Index 2023, Indonesia masih berada di posisi ke-46 dari 62 negara, terutama karena keterbatasan infrastruktur digital.
Menanggapi hal ini, Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) bersama AI Centre of Excellence (ACE) milik Ardent Communications dari Filipina mengadakan lokakarya Masterclass AI bertema “Membangun Masa Depan Strategi Komunikasi Menggunakan AI” di Kompas Institute, Jakarta.
Dalam sambutannya saat membuka acara, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menekankan bahwa perkembangan AI sangat memengaruhi bidang jurnalisme dan public relations karena keduanya merupakan bagian dari ranah komunikasi. Ia menyatakan, “Jurnalis menyampaikan informasi kepada publik, sementara praktisi humas menyusun komunikasi yang ditujukan secara spesifik kepada audiens tertentu. Meski berbeda, keduanya sama-sama bergantung pada kemampuan manusiawi dalam menyusun narasi yang kuat.” Menurut Nezar, kemajuan komunikasi masa depan bukan hanya bergantung pada teknologi, tapi juga pada kemampuan manusia mengendalikannya secara bijak, termasuk penggunaan AI sebagai alat strategis yang tetap menjunjung etika dan nilai-nilai kemanusiaan.
Ketua Umum APPRI 2024-2027, Sari Soegondo, menyambut baik langkah pemerintah yang fokus pada pemanfaatan AI untuk efisiensi layanan publik. Pemerintah telah menetapkan lima sektor prioritas penggunaan AI, yaitu: kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan talenta digital, pengembangan kota pintar, dan ketahanan pangan. Menurut Sari, peluang besar terbuka bagi praktisi PR di berbagai sektor untuk mendukung transformasi ini. “Kebangkitan AI merupakan momentum penting yang akan membentuk ulang cara kerja humas ke depannya,” ujarnya.
Sari juga mengakui bahwa masih banyak pertanyaan, kekhawatiran, dan ketidakpastian seputar penggunaan AI di industri komunikasi. Melalui lokakarya ini, diharapkan peserta dapat memperoleh wawasan untuk menggunakan AI secara etis, efektif, dan bertanggung jawab, demi meningkatkan daya saing kerja dan kualitas hasil komunikasi.
Dr. Hemant Gaule, praktisi PR dan pembicara utama dalam acara ini, menyampaikan bahwa AI sebaiknya diposisikan sebagai alat bantu, bukan sebagai pencipta produk akhir. Ia menganalogikan penggunaan AI seperti mempekerjakan seorang intern yang pekerjaannya tetap perlu diawasi dan disempurnakan sebelum disampaikan kepada klien. Hemant juga menekankan pentingnya membimbing AI dengan nilai-nilai kemanusiaan, serta menggunakan bahasa alami dalam memberi instruksi (prompt), agar AI mampu memahami konteks dan menghasilkan output yang relevan secara etis.
Lokakarya ini dihadiri oleh para profesional PR dari anggota APPRI, serta perwakilan dari berbagai organisasi kehumasan seperti IPRA Humas, FH BUMN, H3I, PERHUMASRI, PAFI, dan ASPIKOM, termasuk akademisi dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan perwakilan media. Acara ini juga mendapat dukungan dari Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
Editor: Agung

