
J5NEWSROOM.COM, Batam – Kasus dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Badan Pengusahaan (BP) Batam kembali memasuki babak baru. Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) melimpahkan dua dari tiga tersangka beserta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Batam, Rabu (23/10/2025).
“Proses tahap dua sudah kami lakukan hari ini. Dua tersangka dan barang bukti resmi kami serahkan ke jaksa,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi Firdaus, di Lobi Kantor Kejari Batam.
Dua tersangka yang telah diserahkan ialah Lisa Yulia, Direktur PT Bias Delta Pratama, dan Ahmad Jauhari, Direktur Operasional perusahaan yang sama. Sementara satu tersangka lainnya, Suyono, mantan Kepala Seksi Pemanduan dan Penundaan Kapal BP Batam periode 2012-2016, belum bisa menjalani proses serupa karena masih menjalani perawatan di rumah sakit.
“Ya, satu orang sakit. Setelah keluar dari rumah sakit, kita koordinasikan lagi untuk tahap dua,” ujar Priandi.
Ia menambahkan, kedua tersangka untuk sementara dititipkan di Rutan Batam, meski kemungkinan penahanan juga bisa dilakukan di Rutan Tanjungpinang.
Ssmentara itu, Kepala Seksi Penuntutan Kejati Kepri, Aji Satrio Prakoso mengatakan bahwa dalam perkara ini, pihak PT BS yang diduga bagian dari jaringan perusahaan terkait telah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 4,5 miliar dalam bentuk dolar Amerika. Namun, kejaksaan menegaskan bahwa pengembalian tersebut tidak menghapus tindak pidana.
“Uang dikembalikan setelah tahap penyidikan, jadi proses hukum tetap berjalan,” kata Aji.
Kasus korupsi PNBP ini, kata dia, menyeret sedikitnya enam tersangka dari sejumlah perusahaan pelayaran. Mereka di antaranya Direktur PT Pelayaran Kurnia Samudra, PT Gema Samudera Sarana, dan PT Bias Delta Pratama. Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 14 miliar.
Aji menjelaskan penyimpangan itu terjadi pada periode 2015–2021, ketika sejumlah perusahaan pelayaran diduga tidak menyetorkan kewajiban PNBP secara penuh ke BP Batam. Sebagian pembayaran disebut mengalir ke pihak Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) sebesar 5 persen, sementara sisa dana yang seharusnya masuk ke kas BP Batam tidak pernah dilunasi.
“Kami sudah menagih sejak tahap penyelidikan, tapi mereka baru membayar sekarang,” ujar Aji.
Tiga perkara awal telah lebih dulu disidangkan. Kasus ini disebut sebagai pengembangan dari tiga perkara sebelumnya, dan penyidik tak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru.
“Ini pengembangan dari kasus yang sudah disidangkan. Tunggu saja hasil persidangan berikutnya,” tandasnya.
Kejaksaan memastikan seluruh barang bukti termasuk dokumen keuangan, laporan pembayaran, dan bukti transfer sudah diserahkan sepenuhnya ke JPU untuk disiapkan menuju proses penuntutan di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.
“Biasanya dua minggu sudah bisa dilimpahkan ke pengadilan,” ujar Priandi.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut pengelolaan dana publik dari sektor maritim Batam, salah satu sumber utama pendapatan negara di wilayah perbatasan.
Sebelumnya Asisten Pidana Khusus Kejati Kepri, Mukharom mengatakan, kasus ini bukan perkara baru. Dugaan korupsi PNBP di sektor pemanduan kapal sudah lebih dulu menjerat beberapa pejabat BP Batam dan pengusaha pelayaran. Nama-nama seperti Allan Roy Gemma, Syahrul, Hari Setyobudi, dan Heri Kafianto sudah lebih dulu divonis bersalah dan menjalani hukuman.
Namun penyidikan yang didalami sejak 2023 membuka kembali peran PT Bias Delta Pratama dalam kerja sama operasional (KSO) pemanduan dan penundaan kapal dengan BP Batam pada periode 2015-2021. Kerja sama ini disebut ilegal karena hanya berlandaskan kesepakatan internal tanpa dasar hukum yang sah.
“Dalam praktiknya, PT Bias Delta Pratama hanya menyetorkan 20 persen dari kapal tunda. Sementara kegiatan pandu kapal tak memiliki perjanjian resmi. Akibatnya, negara dirugikan,” ujar Mukharom.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 17 September 2024 mengungkap kerugian negara mencapai USD 272.497 atau sekitar Rp 4,55 miliar. Dana itu seharusnya masuk ke kas negara sebagai PNBP, namun tak pernah disetor oleh perusahaan.
Tim penyidik Kejati Kepri telah memeriksa 27 saksi dan 4 ahli sebelum menetapkan Suyono dan Ahmad Jauhari sebagai tersangka. “Keduanya diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Mukharom.
Editor: Agung

