
J5NEWSROOM.COM, Batam – Sidang perkara penyelundupan 1,9 ton sabu yang disebut aparat sebagai salah satu tangkapan terbesar dalam sejarah Provinsi Kepri, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (27/11/2025).
Suasana sidang yang dipimpin ketua majelis Tiwik, didampingi hakim anggota Douglas Napitupulu dan Andi Bayu Mandala Putra, berubah intens ketika saksi dari Badan Narkotika Nasional (BNN) RI mengurai alur masuknya sabu lintas negara itu.
Dari Enam terdakwa, dua terdakwa merupakan warga negara Thailand, Weerapat Phongwan dan Teerapong Lekpradube, serta Fandi Ramadhan, Richard Halomoan, Leo Candra Samosir, dan Hasiholan Samosir duduk berderet tanpa banyak suara ketika saksi Paskalis dan Heris membuka kesaksiannya.
Saksi Heris menegaskan bahwa setiap poin dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) telah disusun sesuai temuan lapangan.
“Seluruh proses penyelidikan dilakukan berdasarkan informasi awal mengenai pergerakan narkotika melalui jalur laut di perairan Kepri,” ujarnya.
BNN, kata dia, bekerja bersama Bea Cukai setelah radar intelijen mengarah pada kapal Sea Dragon yang diprediksi melintas di Karimun. Saat petugas memeriksa nahkoda, Hasiholan, jawabannya datar, kapal tidak membawa muatan.
Namun keterangan itu langsung runtuh ketika Teerapong melalui terjemahan Google Translate mengakui mereka membawa sejumlah kotak dari Thailand. “Tidak dijelaskan isi muatan. Hanya disebut ‘kotak,” ucap saksi.
Setiba di Dermaga Tanjung Uncang, petugas menemukan 32 kotak di haluan yang digembok dan puluhan lainnya tersembunyi di dalam tangki bahan bakar.
“Total 67 kotak. Ketika dilakukan sampling, satu kotak positif mengandung metamfetamina,” kata saksi Heris.
Beratnya tak main-main, masing-masing kotak terasa ‘sangat berat’ isyarat awal bahwa isinya bukan sekadar barang kiriman.
Saksi menjelaskan bahwa para terdakwa tidak menunjukkan gestur mencurigakan ataupun saling tuding selama pemeriksaan.
Menurutnya, sabu itu berasal dari Thailand dan diduga hendak bergerak ke Filipina, berdasarkan pola rute dan kecepatan kapal yang dinilai tidak lazim.
Jaksa Penuntut Umum memaparkan dakwaan yang merangkai seluruh perjalanan para terdakwa. Awal April 2025, Hasiholan menawarkan pekerjaan sebagai anak buah kapal kepada Fandi. Beberapa minggu kemudian, pada 1 Mei, mereka berangkat ke Thailand bersama Leo dan Richard.
Di sana, mereka bertemu dua WNA Thailand, Weerapat dan Teerapong.
Selama sepuluh hari para terdakwa menginap di Sakura Budget Hotel, menunggu instruksi dari sosok yang disebut sebagai Mr. Tan, pria dengan segudang alias: Jacky Tan, Chanchai, Captain Tui, dan Tan Zen. Ia kini buron.
Pada 13 Mei 2025, para terdakwa menuju Sea Dragon menggunakan speed boat. Mereka baru bergerak menuju titik koordinat penjemputan barang pada 18 Mei dini hari.
Dari kapal ikan berbendera Thailand, mereka menerima 67 kardus yang dibungkus plastik putih. Tanda pengenalannya unik: lembaran uang Myanmar yang dilaminasi.
Seluruh kardus disembunyikan di dua lokasi: 31 di haluan, 36 di tangki bahan bakar. Setelah muatan masuk, mereka diminta mencabut bendera Thailand dari kapal.
Perintah yang, menurut JPU, jelas menunjukkan upaya pengaburan identitas untuk menghindari deteksi patroli.
Kapal kemudian bergerak menuju perairan Kepri. Pada 21 Mei pukul 00.05 WIB, Sea Dragon dihentikan tim gabungan BNN dan Bea Cukai.
Pada pukul 05.35 WIB kapal tiba di Dermaga Bea Cukai Tanjung Uncang, tempat pemeriksaan menyeluruh dilakukan. Kotak-kotak itu ternyata berisi kemasan teh China merek Guanyinwang berisi kristal putih.
Uji laboratorium memastikan: sabu murni. Berat totalnya 1.995.130 gram.
JPU menegaskan bahwa seluruh peran terdakwa menunjukkan adanya permufakatan jahat untuk mengedarkan narkotika Golongan I dalam jumlah besar.
Mereka didakwa melanggar Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Narkotika.
Ancaman hukuman maksimal, mati atau penjara seumur hidup.
Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi berikutnya dari tim gabungan dan ahli terkait navigasi jalur laut.
Editor: Agung

