
Oleh L.N. Firdaus
DI TENGAH dinamika perkembangan kota yang melesat, pendidikan seringkali tertinggal langkah dari perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi. Gedung sekolah semakin bagus, teknologi semakin canggih, tetapi sebuah pertanyaan mendasar tetap muncul: apakah proses pembelajaran di sekolah sudah benar-benar memerdekakan siswa untuk belajar secara bermakna?
Pertanyaan itu penting, karena kualitas pendidikan pada akhirnya bergantung pada apa yang terjadi di ruang belajar—bukan pada apa yang tertulis di dokumen kurikulum atau dipamerkan di laporan resmi.
Dalam konteks Batam, data menunjukkan rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 11,34 tahun pada 2025. Di satu sisi ini kabar baik. Namun di sisi lain, durasi belajar yang panjang tidak secara otomatis menjamin kemampuan berpikir kritis, kreativitas, atau kesiapan menghadapi dunia nyata. Di sinilah urgensi transformasi pembelajaran.
Dari Pembelajaran Dangkal ke Pembelajaran Mendalam
Mestilah diakui bahwa sebagian besar proses belajar di sekolah masih bertumpu pada hafalan, latihan-latihan mekanis, dan penyelesaian materi sebanyak-banyaknya. Pembelajaran semacam ini memang membuat siswa lulus, tetapi belum tentu membuat mereka siap menghadapi tantangan hidup.
Pembelajaran Mendalam (Deep learning) menawarkan cara berpikir yang berbeda. Ia mengajak siswa memahami konsep secara utuh, menemukan hubungan antarpengetahuan, dan mengaplikasikannya dalam situasi nyata. Dalam pembelajaran semacam ini, guru bukan sekadar penyampai materi, melainkan fasilitator pengalaman belajar yang bermakna.
Deep learning mendorong siswa bertanya, bukan sekadar menjawab. Ia mengajak siswa bereksplorasi, bukan hanya mengikuti langkah-langkah yang sudah ditentukan. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, pendekatan ini selaras dengan tujuan mencetak Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, dan mampu bekerja sama.
Dinamika Urban dan Kesiapan Sekolah
Batam memiliki karakter unik: mobilitas penduduk yang tinggi, keberagaman latar belakang keluarga, dan ekspektasi masyarakat terhadap pendidikan yang semakin besar. Namun tantangan yang dihadapi sekolah tidak ringan.
Rasio guru dan murid yang bervariasi, praktik mengajar yang masih konvensional, dan pemanfaatan teknologi yang belum optimal kerap menjadi hambatan. Padahal, kota yang tumbuh pesat seperti Batam justru membutuhkan model pembelajaran yang adaptif, reflektif, dan mampu menyiapkan siswa hidup di lingkungan yang terus berubah. Namun, pembelajaran tidak akan berubah jika kepemimpinan di sekolah tidak berubah.
Peran Kepala Sekolah
Transformasi pembelajaran hanya mungkin terjadi jika kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran tidak hanya mengatur administrasi, tetapi benar-benar hadir sebagai penggerak transformasi pedagogi.
Kepala Sekolah yang mampu membangun budaya kolaborasi, mendorong refleksi guru, menginisiasi diskusi pedagogis akan menentukan arah transformasi sekolah. Dengan dukungan seperti itu, guru tidak lagi berjalan sendiri, melainkan menjadi bagian dari komunitas pembelajaran yang terus berkembang.
Pembelajaran Mendalam juga memerlukan keberanian untuk mengubah praktik lama: membuka ruang bagi proyek, mengeksplorasi teknologi digital secara kreatif, dan melakukan asesmen formatif untuk memberi umpan balik yang bermakna.
Refleksi ini mengingatkan kita bahwa sekolah bukan sekadar tempat mentransfer pengetahuan, tetapi ruang untuk menumbuhkan manusia yang utuh.
Pendidikan Batam di Simpang Jalan
Jika pendidikan ingin relevan dengan realitas Batam hari ini, maka transformasi pembelajaran bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan. Pembelajaran Mendalam memberikan arah yang jelas, tetapi keberhasilan implementasinya bergantung pada keberanian sekolah untuk berubah: guru, kepala sekolah, dan seluruh ekosistem pendidikan.
Momentum Seminar HUT PGRIke 80 dan HGN 2025 di Hotel Harmoni One Batam Center hari ini mengajak 500 Kepala Sekolah se Kota Batam untuk bertanya kembali: apakah pembelajaran di sekolah sudah membantu siswa memahami dunia, atau sekadar menambah tumpukan hafalan?
Batam membutuhkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi mampu berpikir kritis, adaptif, dan kreatif. Lulusan sekolah-sekolah di Batam masa depan tidak lagi untuk siap bekerja, melainkan siap untuk belajar dan mengembangkan pengetahuan baru. Dan perubahan itu harus dimulai hari ini, sekarang, dan bukan nanti.*
Penulis Pensyarah di FKIP Universitas Riau

