
J5NEWSROOM.COM, Batam – Setelah tiga kali ditunda, majelis hakim Pengadilan Negeri Batam akhirnya membacakan putusan terhadap direktur perusahaan penempatan PMI ilegal, Agnesia Dwirifa, yang hanya divonis tiga bulan penjara dalam sidang pada Rabu (26/11/2025) lalu.
Sidang dipimpin Hakim Ketua Douglas RP Napitupulu, didampingi hakim anggota Dina Puspasari dan Andi Bayu Mandala Putra Syadli. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Agnes terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menempatkan pekerja migran tanpa Surat Izin Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI), sebagaimana diatur Pasal 72 huruf c dalam dakwaan ketiga jaksa penuntut umum.
Majelis menjatuhkan pidana penjara selama tiga bulan serta denda Rp 100 juta, dengan ketentuan denda tersebut dapat diganti tiga bulan kurungan. Masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana, dan Agnes tetap diperintahkan berada dalam tahanan.
Sebelum putusan tersebut, publik sempat dibuat terkejut oleh tuntutan ringan jaksa terhadap Agnes. Dalam sidang pembacaan tuntutan pada 15 Oktober 2025, jaksa hanya meminta pidana enam bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Tuntutan tersebut tercatat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Batam.
Jaksa menilai Agnes terbukti menempatkan calon pekerja migran tanpa izin resmi, dengan dasar Pasal 72 huruf c juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yang mengundang polemik, selama proses persidangan, Agnes tidak ditahan di Rutan. Ia hanya menjalani tahanan rumah, keputusan yang menimbulkan pertanyaan dari pengamat hukum dan masyarakat. Namun, menjelang pembacaan putusan, terdakwa kembali ditahan, sejak diterbitkannya surat perpanjangan penahanan pertama dan kedua oleh Hakim Ketua Pengadilan Tinggi.
Kasus ini berawal dari dugaan bahwa Agnes dan suaminya, Tan Pek Hee alias Steven Tan (berkas terpisah), menjalankan perekrutan dan pengiriman calon pekerja ke Singapura tanpa izin penempatan. Keduanya menjalankan PT Celer Marine and Offshore Indonesia, yang terhubung dengan PT Celer Technology Resources PTE LTD di Singapura.
Meski perusahaan memiliki beberapa dokumen legalitas usaha, mereka tidak memiliki SIP2MI. Polisi menggagalkan keberangkatan tiga calon PMI Defri Ripandra, Benhusni, dan Agung Amansyah yang hendak diberangkatkan melalui Pelabuhan Batam Center pada 21 Februari 2025.
Dalam dakwaan, Agnes disebut sebagai Direktur perusahaan, sementara operasional sepenuhnya dikendalikan suaminya. Ia disebut hanya meminjamkan nama untuk memenuhi syarat pendirian perusahaan penanaman modal asing (PMA).
Jaksa sebelumnya menyusun tiga lapis dakwaan, yakni: Pasal 81 jo Pasal 69 UU 18/2017 tentang Perlindungan PMI; Pasal 83 jo Pasal 68 UU yang sama; dan Pasal 86 huruf c jo Pasal 72 huruf c UU yang sama jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Namun jaksa memilih menggunakan dakwaan ketiga, yang memiliki ancaman pidana lebih ringan. Hal ini memunculkan kritik, mengingat penempatan PMI ilegal dianggap sebagai pelanggaran serius yang dapat mengancam keselamatan pekerja.
Sejumlah pengamat hukum menilai jaksa seharusnya mempertimbangkan dampak lebih luas dari pelanggaran tersebut, terutama karena kedudukan Agnes sebagai direktur memberikan tanggung jawab penuh atas kegiatan perusahaan. “Efek jera seperti apa yang mau disampaikan jaksa dalam tuntutan seperti ini?” ujar seorang praktisi hukum di Batam yang pernah menangani kasus serupa, kepada BATAMTODAY.COM, Senin (20/10/2025).
Editor: Agung

