
Catatan M A Khafi Anshary
J5NEWSROOM.COM, Batam – Jumat (12/12/2025) siang, langit Batam sepenuhnya cerah. Namun di balik terang cuaca itu, kegelisahan, dua sisir pisang, dan sekantong rambutan, ikut melangkah memasuki Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Batam.
Siang itu, buah-buahan tersebut bukanlah bingkisan. Ia menjadi simbol kesunyian etika yang datang mengetuk, meminta untuk tidak diabaikan.Seorang kepala sekolah datang bukan dengan suara tinggi, melainkan dengan kesederhanaan.
Zefmon Prima Putri, Kepala SMP Negeri 26 Batam, hadir bersama Alfida Hasan, Kepala SMP Negeri 38 Batam. Keduanya saya sambut bersama Deni Risman, pengurus PWI Pusat.
Sebagai Ketua PWI Batam, saya memaknai pertemuan ini bukan sebagai ruang pembelaan diri, melainkan sebagai cermin bagi praktik jurnalistik itu sendiri.
Yaitu sejauh mana kehati-hatian, konfirmasi, dan keberimbangan benar-benar dijaga.Di ruang kantor yang sederhana, Zefmon menyampaikan kegelisahannya.
Nama sekolah yang ia pimpin berulang kali muncul dalam pemberitaan bernada tudingan tanpa pernah disertai konfirmasi. Dalam praktik pers, situasi semacam ini tidak bisa dianggap sepele.
Ketika klarifikasi dibiarkan sunyi, pers perlahan turun dari singgasananya sebagai pilar demokrasi, lalu menjelma gema prasangka.
Sebagai organisasi profesi, PWI tidak berada pada posisi menghakimi benar atau salah sebuah peristiwa. Namun PWI memiliki kewajiban moral untuk mengingatkan bahwa kebebasan pers tidak berdiri sendiri.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menyediakan mekanisme yang adil melalui hak jawab dan hak koreksi. Hak ini bukan perlawanan terhadap pers, melainkan bagian dari ekosistem pers yang sehat.
Zefmon menyebut salah satu pemberitaan media daring tertanggal 8 Desember 2025 berjudul “SMPN 26 Didera Isu Pelanggaran, Laporan Resmi Mengalir ke Polda Kepri” sebagai latar kegelisahannya.
Catatan ini saya tempatkan bukan untuk menilai substansi, melainkan untuk menegaskan satu prinsip mendasar: informasi yang disiarkan tanpa konfirmasi bukan sekadar cacat prosedur, tetapi berpotensi menyesatkan publik. Dalam jurnalisme, kebenaran tidak lahir dari pengulangan, melainkan dari verifikasi.
Berbagai klarifikasi yang disampaikannya saya posisikan sebagai penjelasan sepihak yang sah untuk disampaikan, bukan sebagai kesimpulan. Tugas saya sebagai Ketua PWI Batam bukan membenarkan atau membantah, melainkan memastikan bahwa setiap suara mendapat ruang yang layak sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang.
Zefmon menegaskan bahwa tudingan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen RKAS tidak pernah terjadi. Penyusunan RKAS, menurutnya, dilakukan sesuai prosedur Dana BOS dengan melibatkan tim resmi, lengkap dengan berita acara dan daftar hadir yang telah diverifikasi.
Jika terdapat guru yang merasa tidak menghadiri rapat tertentu, hal itu dapat terjadi akibat perbedaan waktu koordinasi atau penyatuan proses administrasi. Bukan rekayasa, apalagi pemalsuan.
Terkait pungutan, ia meluruskan satu per satu dengan nada hati-hati. Infak pembangunan musala disebut bersifat sukarela, tanpa paksaan, serta tidak berkaitan dengan nilai maupun administrasi siswa. Amplop, katanya, hanyalah alat, bukan tekanan.
Pengembalian buku paket bagi siswa kelas IX merupakan kewajiban menjaga aset negara. Ketika terdapat buku yang hilang, uang Rp50 ribu yang disebut dalam pemberitaan bukanlah pungutan liar, melainkan pengganti buku atas permintaan orang tua agar sekolah dapat menyediakan buku baru.
Hal yang sama berlaku untuk buku literasi fiksi, yang merupakan bagian dari Gerakan Literasi Sekolah, bukan syarat administratif, apalagi kewajiban mutlak.
Isu nepotisme juga ditepis dengan tegas. Tidak terdapat pengangkatan keluarga kepala sekolah sebagai pegawai tata usaha maupun tenaga honorer. Seluruh tenaga honorer ditempatkan berdasarkan kebutuhan dan kualifikasi melalui mekanisme Dinas Pendidikan.
Kepala sekolah, menurutnya, tidak memiliki kewenangan untuk mengangkat siapa pun secara sepihak. Ia menduga isu tersebut berangkat dari kekecewaan seorang mantan guru honorer yang terlambat diangkat sebagai pegawai paruh waktu. Namun keterlambatan tersebut, katanya, berkaitan dengan latar belakang pendidikan yang bersangkutan. Bukan persoalan personal.
Soal kegiatan pengembangan guru, Zefmon mengakui adanya penyederhanaan durasi pada hari kedua karena alasan teknis. Namun seluruh materi telah diselesaikan dalam satu hari penuh dan tidak terdapat penyalahgunaan Dana BOS. Seluruh laporan pertanggungjawaban tersedia dan siap diperiksa. Bahkan untuk penggunaan Dana BOS periode 2020 hingga 2024, termasuk masa pandemi, ia menyatakan kesiapan untuk diaudit.
Pada masa pembelajaran daring, sekolah tetap membutuhkan sarana pendukung, dan meskipun saat itu sistem belum sepenuhnya terintegrasi dengan SIPLah, setiap transaksi memiliki bukti sah dan telah melalui pemeriksaan auditor internal.
Terkait kabar adanya laporan ke Polda Kepri, Zefmon menyatakan sikap menghormati proses hukum. Namun ia berharap media tetap bekerja dengan asas keberimbangan sebagaimana diamanatkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pers, yakni memberitakan peristiwa secara akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Jika benar terdapat laporan, seharusnya disebutkan secara jelas siapa pelapornya atau setidaknya nomor laporan yang dapat dipertanggungjawabkan. Yang paling ia sesalkan,
hingga berita tersebut terbit, ia mengaku tidak pernah sekalipun dikonfirmasi, baik secara daring maupun tatap muka, oleh wartawan media yang bersangkutan.Di ujung perbincangan, Zefmon berbicara tentang hal yang lebih besar dari dirinya: sekolah sebagai ruang menanam masa depan. Tentang anak-anak yang datang setiap pagi membawa harapan, bukan beban konflik orang dewasa. SMP Negeri 26 Batam, katanya, berkomitmen menjaga integritas, transparansi, dan kualitas pendidikan.
Ia mengajak masyarakat untuk tidak tergesa-gesa mempercayai informasi yang belum terverifikasi, serta berharap semua pihak ikut menjaga suasana tetap kondusif.
Siang itu, di Kantor PWI Batam, itikad baik dan nurani bertemu dalam satu ruang. Tidak ada teriakan, tidak ada tuding-menuding. Yang ada hanyalah pengingat sunyi, agar kebenaran tidak kalah langkah dari kabar. Sebab dalam dunia pendidikan, sebagaimana dalam dunia pers, kebebasan sejati hanya akan bermakna jika berdiri di atas tanggung jawab dan kejujuran.*
Penulis adalah Ketua PWI Batam.

