Dari Dapur ke Neraka Judol: Dua Warga Natuna Dijual Berkali-kali di Kamboja

Ilustrasi perdagangan manusia. (Foto: Net)

J5NEWSROOM.COM, Natuna – Mereka berangkat bukan untuk berjudi. Mereka berangkat untuk memasak. Namun di tanah Kamboja, dapur berubah menjadi penjara, dan wajan berganti rantai digital judi online.

Inilah kisah DN (23) dan DS (33), dua warga Natuna yang kini terperangkap di kompleks judi online lintas negara, setelah dijebak oleh sistem yang lebih licin dari minyak goreng di dapur hotel.

Masuk Sebagai Wisatawan, Keluar Sebagai Budak Digital

Akhir 2023, keduanya diberangkatkan ke Kamboja lewat jalur Malaysia. Mereka dibawa oleh seorang kerabat bernama YG tidak lewat agen resmi, tidak lewat kontrak, tidak lewat jalur legal. Mereka menggunakan paspor dan diduga visa wisata, sebuah pintu masuk klasik dalam sindikat perdagangan orang berkedok tenaga kerja.

Begitu tiba di Kamboja, DN dan DS  masuk dapur di dalam kompleks perjudian. “Kami tidak pernah tahu akan bekerja di judi online. Kami pikir ini kerja dapur,” kata keluarga korban.

Perusahaan Pertama Masih Bisa Bernapas

Di perusahaan pertama:

DS masih digaji Rp7 juta per bulan,  DN karena tidak paham masak dan hanya bantu-bantu dapur digaji Rp. 3 juta per bulan. Mereka masih bertahan, masih berharap, meski pekerjaan sudah melenceng dari janji awal dengan gaji yang lumayan. Mereka tidak berani melawan, karena di sana, paspor bukan lagi milik mereka. Yang memegang adalah bos.

Dijual Seperti Barang

Setelah 7 bulan, ada peralihan dan tambahan tukang masak di perusahaan pertama, mereka ditawarkan ke perusahaan kedua dengan pekerjaan yang sama. Kejanggalan mulai muncul saat mereka mulai dijual ke perusahaan ketiga, lalu ke perusahaan keempat. Bukan pindah kerja, tapi diperdagangkan, seperti sapi, seperti komoditas.

Di perusahaan ketiga, neraka dimulai. DN dijadikan sebagai admin judol dipaksa mencari member judi online. Siang dan malam. Jika tidak penuh target maka akan dihukuman. Hukumannya bukan teguran, tapi penyiksaan, dijemur di bawah matahari, dipaksa lari, bergelantungan di kayu dan lainnya berbentuk fisik. Sedangkan DS sedikit beruntung masih dipekerjakan di dapur untuk kebutuhan komplek perjudian online.

Kompleks berada di wilayah pegunungan, kawasan Rawan Konflik

Perjalanan jauh untuk yang harus ditempuh menuju lokasi, dari bandara memakan waktu 3 jam, dan 2 jam dari pasar terdekat. Dijaga ketat, dan berada di kawasan konflik Kamboja–Thailand, makin membuat keadaan semakin rawan.

Apakah bisa kabur? Jawabannya sangat sulit untuk kabur di kawasan yang dijaga  ketat, solusi yang bisa dilakukan hanya tebus. Tebus nyawa sejumlah Rp150 Juta atau Mati Perlahan. Untuk pulang satu orang harus membayar Rp 50 juta, untuk berdua Rp150 juta. Jika tidak? Kerja, Disiksa akan terus berlanjut entah sampai kapan, bisa sampai akhir hayat.

Sementara itu, YG sang pembawa awal sudah pulang ke Indonesia setelah membayar denda Rp 20 juta. Alasan yang tidak bisa di olah dengan akal sehat. Sedangkan yang dibawa masih terjebak.

KBRI diharap gerak cepat

Keluarga sudah sempat melapor ke Satgas Pekerja Migran Indonesia (PMI), berkas sampai Jakarta, informasinya sudah ke KBRI. Namun ketika keluarga menghubungi KBRI di Kamboja, dan jawabannya? Tidak ada respon.

LBH Natuna Turun Tangan

Dalam kondisi terjepit, keluarga akhirnya datang ke LBH Natuna. Mereka tidak minta uang, Tidak minta keistimewaan. Mereka hanya minta: “Tolong pulangkan anak kami.”

Ketua LBH Natuna, Jirin, menegaskan, “atas pengaduan ini, kami telah bergerak dan berkoordinasi dengan Pemda, APH, Kemenlu  dan pihak-pihak terkait dari daerah hingga pusat, nantinya ke KBRI. Intinya permasalahan ini harus dituntaskan, kejadian ini harus menjadi catatan bagi masyarakat, jangan mudah tergiur dengan iming-iming kerja dengan penghasilan menjanjikan tapi yang melakukan itu tidak jalur yang legal. Kami juga berharap pemerintah harus hadir dan jangan abai menyikapi kondisi seperti ini,” papar Direktur LBH-NATUNA, Muhajirin.

Sementara itu, pihak Polres Natuna melalui kasat Reskrim, IPTU Richie Putra, S.H., M.H. saat dikonfirmasi mengatakan bahwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) telah jadi atensi kepolisian dan segera melakukan penyelidikan dalam kasus ini.

“Ketika mendengar ada informasi tentang perkara TPPO, pihak polres Natuna langsung lakukan serangkaian penyelidikan dan berkoordinasi dengan instansi dan pihak terkait, Kasus TPPO menjadi atensi kami”. Tegas  Richi

DN dan DS bukan kriminal, mereka korban. Mereka tidak berjudi, mereka dipaksa menghidupi judi. Mereka tidak ilegal, mereka dijadikan ilegal lewat visa wisata yang dipelintir menjadi rantai perbudakan. Dan hari ini, di pegunungan Kamboja, dua warga Natuna masih disandera, dipaksa bekerja dan dihitung dengan kalkulator tebusan.

Editor: Agung