J5NEWSROOM.COM, New York – Penulis Salman Rushdie, yang menghadapi ancaman mati selama lebih 30 tahun setelah menulis novel The Satanic Verses, diserang di satu panggung di negara bagian New York.
Pemenang Booker Prize berusia 75 tahun itu hadir dalam satu acara di Chautauqua Institution saat penyerangan terjadi.
Polisi negara bagian New York mengatakan tersangka seorang pria naik ke panggung dan menyerang Rushdie dan orang yang mewawancara.
“Rushdie mengalami luka akibat tikaman di leher,” kata polisi dalam satu pernyataan.
Kantor berita Reuters melaporkan Rushdie saat ini tengah menjalani operasi.
Para saksi mata mengatakan, Rushdie ditikam berkali-kali oleh orang bertopeng ketika novelis itu akan memberikan ceramah.
Gubernur New York Kathy Hochul mengatakan, dalam jumpa pers satu jam kemudian bahwa Rushdie selamat.
Ia dibawa ke rumah sakit dengan helikopter namun belum ada rincian tentang luka-luka yang ia alami.
Pewawancara, Henry Reese, juga mengalami luka ringan di kepala. Reese adalah pendiri lembaga non profit yang didirikan untuk para penulis yang menghadapi ancaman atau persekusi.
Tersangka telah ditahan, kata polisi.
Dewan Muslim Inggris mengecam serangan itu dan mengatakan “kekerasan seperti itu salah dan pelakunya harus diadili.”
Novelis yang lahir di India mendapat banyak ancaman mati karena novelnya dalam karir selama lima dekade.
Banyak bukunya sangat berhasil, dan novel keduanya Midnight’s Children, meraih Booker Prize pada 1981.
Namun novel keempatnya, The Satanic Verses, yang diterbitkan pada 1988 menjadi karya yang paling kontroversial.
Akibat ancaman mati, Rushdie terpaksa bersembunyi dan pemerintah Inggris menempatkannya di bawah perlindungan polisi.
Inggris dan Iran memutus hubungan diplomatik namun para penulis Barat mengecam ancaman kebebasan berekspresi.
Fatwa yang menyerukan dibunuhnya Rushdie dikeluarkan oleh Pemimpin Spiritual Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini, pada 1989 – satu tahun setelah novel diterbitkan.
Salman Rushdie lahir di Bombay, dua bulan sebelum kemerdekaan India dari Inggris.
Pada usia 14 tahun, ia dikirim ke Inggris dan mendapatkan gelar sarjana sejarah di Kings College, Cambridge.
Ia menjadi warga negara Inggris. Ia berasal dari keluarga Muslim namun kemudian menyebut dirinya “atheis garis keras”. Ia sempat menjadi aktor dan kemudian penulis iklan sambil menulis novel.
Ketika ‘The Satanic Verses’ diterbitkan dan menimbulkan kecaman dari dunia Muslim karena dianggap penghujatan agama, India adalah negara pertama yang melarang, diikuti dengan Pakistan dan berbagai negara Muslim lain.
Novel ini dipuji sejumlah pihak dan memenangkan penghargaan Whitbread. Namun kecaman terhadap buku ini semakin meningkat dan dua bulan kemudian setelah penerbitan, banyak protes di jalan-jalan.
Salah satu hal yang dianggap penghujatan adalah dua perempuan penghibur dalam buku itu dinamakan istri-istri Nabi Muhammad.
Pada Januari 1989, warga Muslim di Bradford, Inggris membakar buku tersebut dan toko buku WHSmith menghentikan pajangan buku.
Rushdir sendiri menolak tudingan bahwa buku itu penghujatan.
Pada bulan Februari 1989, sejumlah orang meninggal dalam kerusuhan anti-Rushdi, sementara di Tehran, kedutaan Inggris dilempari batu.
Rushdie sendiri yang saat ini masih dalam persembunyiaan bersama istrinya dan dilindungi polisi menyatakan penyesalan mendalam karena menyebabkan kemarahan, namun Ayatollah kembali menyerukan agar penulis ini pantas mati.
Tetapi novel ini laris dibeli di Inggris dan Amerika.
Bukan Rushdie saja yang mendapatkan ancaman karena novel kontroversial itu. Seorang penerjemah Jepang, The Satanic Verses ditemukan meninggal di universitasnya pada Juli 1991.
Polisi mengatakan penerjemah Hitoshi Igarashi, yang bekerja sebagai asisten profesor perbandingan budaya, ditusuk beberapa kali di luar kantornya di Universitas Tsukuba.
Pada bulan yang sama, penerjemah Italia Ettore Capriolo, ditikam di apartemennya di Milan, namun selamat.
Meskipun fatwa hukuman mati terhadap Rushdie dihentikan secara resmi oleh Iran pada 1998.
Buku-buku Rushdie laiin termasuk novel untuk anak-anak Haroun and the Sea of Stories (1990), buku tentang esai, Imaginary Homelands (1991), dan novel, East, West (1994), The Moor’s Last Sigh (1995), The Ground Beneath Her Feet (1999), dan Fury (2001).
Dalam dua dekade terakhir ia telah menerbitkan Shalimar the Clown, The Enchantress of Florence, Two Years Eight Months dan Twenty-Eight Nights, The Golden House serta Quichotte.
Rushdie menikah empat kali dan memiliki dua anak.
Ia kini tinggal di AS dan mendapat gelar pada 2007 karena jasanya dalam bidang kesusasteraan.
Pada 2012, ia menerbitkan Joseph Anton: A Memoir, buku tentang kehidupannya setelah terbitnya The Satanic Verses.
Kondisi Salman Rushdie dilaporkan tidak baik-baik saja setelah ditikam oleh seorang pria dalam sebuah acara sastra di Chautauqua Institution, Negara Bagian New York, AS, pada Jumat (12/8/2022).
Laporan kondisi terkini Salman Rushdie tersebut disampaikan oleh agennya, Andrew Wylie, sebagaimana dilansir BBC. Wylie mengatakan, Salman Rushdie saat ini harus menggunakan ventilator dan tidak bisa berbicara. Dia menambahkan bahwa Salman Rushdie berpotensi kehilangan satu mata.
Sebelum insiden penikaman, Salman Rushdie menghadapi ancaman pembunuhan selama bertahun-tahun lamanya setelah dia menulis The Satanic Verses alias Ayat-ayat Setan, yang dirilis pada 1988. Polisi menahan seorang tersangka bernama Hadi Matar (24) yang berasal dari Fairview, New Jersey, AS. Motif tersangka menikam Salman Rushdie masih belum jelas.
Polisi Negara Bagian New York mengatakan, tersangka berlari ke atas panggung lalu menyerang Salman Rushdie serta seorang pewawancara di Chautauqua Institution. “Salman kemungkinan akan kehilangan satu matanya, saraf di lengannya terputus, dan hatinya ditikam,” kata Wylie.
Polisi sedang dalam proses mendapatkan surat perintah penggeledahan untuk memeriksa ransel dan perangkat elektronik yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Polisi mengatakan, Salman Rushdie ditikam di leher serta perut.
Sejumlah orang bergegas ke panggung dan meringkus tersangka ke lantai sebelum polisi yang hadir di acara itu menangkapnya. Seorang dokter di antara para peserta sempat memberikan perawatan medis sampai responden darurat pertama tiba. Dia kemudian dilarikan ke rumah sakit di Erie, Pennsylvania, dengan helikopter.
Sumber: BBC Indonesia/Kompas
Editor: Saibansah