Putra Sulung Jokowi, Gibran Bisa Maju Jadi Cawapres

Sidang Mahkamah Konstitusi terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang diatur dalam UU Pemilu. (Foto: VOA/Fathiyah Wardah)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan waktu pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada 19-25 Oktober 2023 untuk pemilu 2024 mendatang.

Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan pihaknya membuka periode pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 mulai 19-25 Oktober 2023 yang bertempat di kantor KPU, jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat.

“Untuk waktu, dalam arti jam pendaftaran calon pasangan presiden itu tanggal 19-24 Oktober 2023 dilakukan mulai jam 08.00 WIB hingga16.00 WIB. khusus untuk hari terakhir tanggal 25 Oktober 2023, itu dilakukan mulai jam 08.00 WIB hingga 23.59 WIB,” ungkap Hasyim dalam konferensi pers, di Kantor KPU, Jakarta, Senin (16/10).

Hasyim menjelaskan setelah pendaftaran, KPU selanjutnya akan melakukan sejumlah verifikasi dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden. Selain itu, jKPU jug akan melakukan pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani untuk memastikan pasangan capres dan cawapres mampu melaksanakan tugas sebagai presiden dan wakil presiden. Proses pemeriksaan kesehatan tersebut, katanya, akan dilakukan di RSPAD Gatot Subroto.

Ia menambahkan, partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mencalonkan pasangan capres dan cawapres untuk ikut bertarung di Pilpres 2024 nanti adalah parpol dengan syarat tertentu yakni parpol peserta pemilu 2019 yang memperoleh kursi DPR RI minimal 20 persen, atau parpol yang memperoleh suara sah nasional untuk pemilu DPR RI 2019 minimal 25 persen.

Dalam kesempatan ini, Hasyim menekankan kepada partai politik atau gabungan partai politik yang ingin mendaftarkan pasangan capres dan cawapres pada waktu yang telah ditentukan, agar memasukan dokumen visi, misi serta program pada saat mendaftar. Menurutnya, hal ini merupakan salah satu hal penting yang harus dipenuhi.

“Salah satu dokumen yang harus dibawa atau disampaikan pada saat mendaftar adalah visi, misi, dan program bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden. Oleh karena itu, dalam batas waktu pendaftaran calon, kami tidak bisa memprediksi siapa saja bakal pasangan calon yang akan didaftarkan oleh pimpinan parpol atau pimpinan gabungan parpol kecuali yang sudah mendaftarkan diri ke KPU,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Idham Kholiq Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU memperingatkan kepada parpol atau gabungan parpol yang ingin mendaftarkan capres dan cawapres yang diusungnya ke KPU harus memberikan informasi kepada KPU, minimal satu hari sebelum hari pendaftaran.

“Pemberitahuan surat atau penyampaian surat dengan tujuan untuk memastikan proses penerimaan pendaftaran berjalan lancar, dan tidak terjadinya bentrok waktu pendaftaran. Selanjutnya, KPU RI telah melaksanakan kegiatan sosialisasi dalam bentuk rapat koordinasi dengan partai politik peserta pemilu, yang memenuhi persyaratan pada tanggal 12 Oktober 2023. Kami sudah jelaskan semua mekanisme dan regulasi pelaksanaan pendaftaran pemilu presiden dan wakil presiden,” ujar Idham.

Idham mengatakan, sejauh ini yang sudah terkonfirmasi akan mendaftar ke KPU adalah pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. “Kami telah menerima surat rencana pendaftaran partai koalisi atau gabungan parpol dari partai Nasdem, PKB dan PKS yang berencana akan mendaftarkan bakal pasangan calon presiden dan wakil presidennya pada hari pertama, 19 Oktober 2023 jam 08.00 sampai dengan selesai,” katanya.

Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, baik Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo diyakini akan segera mendeklarasikan calon wakil presidennya, dan mendaftarkan diri ke KPU secepatnya. Ia melihat tidak ada alasan bagi kedua calon presiden tersebut mendaftarkan diri ke KPU di waktu-waktu terakhir pendaftaran.

Apalagi, kata Pangi, sudah ada putusan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan seorang mahasiswa fakultas hukum Universitas Surakarta yang bernama Almas Tsaqibbirru terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu pada Senin (16/10/2023).

MK memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain melalui pemilihan umum.

“Ganjar PDIP, Prabowo Gerindra tidak akan ada politic last minute atau injury time. Tidak akan ada. 19 Oktober Anies mendaftar kalau itu jadi, kita tidak tahu kalau ada gempa politik atau tidak. Besok atau berapa hari ke depan Prabowo-Gibran akan deklarasi. Karena karpet merah sudah selesai dengan MK, sudah tuntas,” ungkap Pangi.

Menurutnya, sedari dulu PDIP memang selalu mendeklarasikan capres dan cawapresnya setelah ada kejelasan siapa lawan mereka. Dengan begitu, mereka akan mencari pendamping Ganjar Pranowo yang dirasa mampu menandingi capres dan cawapres lainnya.

“PDIP itu selalu terakhir, kalau sudah ada lawannya dia harus mencari lawan tanding yang sebanding. Karena kalau kita mau bertarung, tidak tahu lawannya siapa kan repotnya. Bagi PDIP kalau belum tahu lawannya, tidak mungkin mereka akan mengumumkan. Nah, yang sudah jelas kan Anies-Cak Imin, habis itu Prabowo-Gibran. Itu kan sudah tahu lawannya, kecuali ada gempa politik bahwa Gibran menolak, nah itu beda lagi. Tapi ini Gibran sudah disiapkan oleh pamannya (Ketua MK) karpet merah,” pungkasnya.

MK Kabulkan sebagian Permohonan Uji Materi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden akhirnya diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah, sebagaimana dilaporkan media-media di Indonesia.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK Jakarta, Senin.

Mahkamah mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

la memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (g) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.

“Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,’” ucap Anwar.

Atas putusan tersebut, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi: Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Dalam pertimbangannya, mahkamah menilik negara-negara lain yang memiliki presiden dan wakil presiden yang berusia di bawah 40 tahun.

Kemudian, juga melihat Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa yang mengatur syarat capres berusia di bawah 40 tahun.

Sementara itu dalam konteks negara dengan sistem parlementer, kata mahkamah, terdapat pula perdana menteri yang berusia di bawah 40 tahun ketika dilantik atau menjabat.

Data tersebut dinilai mahkamah menunjukkan bahwa tren kepemimpinan global semakin cenderung ke usia yang lebih muda.

“Dengan demikian, dalam batas penalaran yang wajar, secara rasional, usia di bawah 40 tahun dapat saja menduduki jabatan baik sebagai presiden maupun wakil presiden sepanjang memenuhi kualifikasi tertentu yang setara,” kata M. Guntur Hamzah, salah seorang hakim MK.

Di sisi lain, MK juga menyinggung terkait beberapa putusan terakhir yang memberikan tafsir ulang terhadap norma suatu pasal dan mengenyampingkan open legal policy.

“Konsep open legal policy pada prinsipnya tetap diakui keberadaan-nya, namun tidak bersifat mutlak karena norma dimaksud berlaku sebagai norma kebiiakan hukum terbuka selama tidak meniadi objek pengujian undang-undang di mahkamah,” tutur hakim konstitusi Manahan M.P. Sitompul.

Terlebih lagi, sambung Manahan, apabila DPR maupun presiden telah menyerahkan sepenuhnya kepada mahkamah untuk memutus hal dimaksud.

“Maka dalam keadaan demikian, adalah tidak tepat bagi mahkamah untuk melakukan judicial avoidance dengan argumentasi yang seakan-akan berlindung di balik open legal policy,” ujar Manahan.

Lebih lanjut, MK juga menilai bahwa pengalaman pejabat negara, baik di lingkungan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tidak bisa dikesampingkan begitu saja dalam pemilihan umum (pemilu).

“Pembatasan usia minimal 40 tahun semata tidak saja menghambat atau menghalangi perkembangan dan kemajuan generasi muda dalam kontestasi pimpinan nasional, tapi juga berpotensi mendegradasi peluang tokoh atau figur generasi milenial yang menjadi dambaan generasi muda, semua anak bangsa yang seusia generasi milenial,” imbuh hakim konstitusi M. Guntur Hamzah.

Apabila dilihat dari sisi rasionalitas, menurut MK, penentuan batas usia minimal 40 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden bukan berarti tidak rasional, tetapi tidak memenuhi rasionalitas yang elegan karena berapa pun usia yang dicantumkan akan selalu bersifat dapat didebat sesuai ukuran perkembangan dan kebutuhan zaman.

Oleh karena itu, MK berpendapat penting bagi mahkamah memberikan pemaknaan kuantitatif dan kualitatif untuk Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu.

“Penting bagi mahkamah untuk memberikan pemaknaan yang tidak saja bersifat kuantitatif, tetapi juga kualitatif, sehingga perlu diberikan norma alternatif yang mencakup syarat pengalaman atau keterpilihan melalui proses demokratis, yaitu pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, tidak termasuk pejabat yang ditunjuk,” ucap Guntur.

Berkaitan dengan perkara uji materi sebelumnya yang ditolak, mahkamah mengatakan permohonan Almas memiliki alasan permohonan yang berbeda, yaitu berkenaan dengan adanya isu kesamaan karakteristik jabatan yang dipilih melalui pemilu, bukan semata-mata isu jabatan penyelenggara negara. [gi/ab]

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah