Oleh Hendro Basuki
“ANGGER, bertapalah kamu menjemput Wahyu Cangkraningrat,” pinta Kresna kepada putranya, Samba.
“Untuk kepentingan apa Ayahanda?” tanya Samba
“Tahukah kamu Angger, wahyu itulah yang akan menuntun keturunanmu menjadi raja di tanah Jawa,” jawab Kresna.
Dialog antara Kresna sebagai ayah, dan Samba sebagai anak itu sangat terkenal di dunia wayang. Para dalang menggambarkannya dengan detail sebagai wajah kegelisahan orang tua.
Wahyu Cakraningrat
Sebagai pengejawantahan Dewa Wisnu, Kresna paham bahwa akan turun wahyu dalam waktu tak terlalu lama. Wahyu itu telah diintip di Kahyangan sebagai tanda bahwa siapa yang menerimanya maka seluruh keturunan sebagai orang yang memiliki derajat, pangkat, juga kemuliaan.
Siapa pun yang menerima wahyu itu setelah Perang Baratayudha berakhir, dialah yang akan menjadi raja.
Samba sendiri lahir dari istri Kresna yang bernama Dewi Jembawati. Dia punya satu adik lelaki yang bernama Gunadewa.
Kresna mempercayai bahwa Sambalah yang nanti akan memuliakan seluruh keturunan Dinasti Yadawa. Oleh karena itu, anak ini dijaga, dan amat disayangi.
Sebegitu sayangnya, sampai Kresna kehilangan batas antara sayang dan memanjakannya. Demi Samba, apa pun akan dilakukan bapaknya.
Sampai di suatu ketika, Samba tergila-gila dengan kakak iparnya, Dewi Agnyanawati. Agnya ini adalah istri dari Boma Narakasura. Boma adalah anak dari Kresna dari ibu yang lain dan terhitung sebagai kakak.
Sampai di suatu ketika Samba sakit keras karena sedemikian edannya dengan Dewi Agnya. Di saat sakit keras itulah datang Dewi Wilutama. Bidadari ini sanggup mengantarkan Samba menemui Dewi Agnya dengan melewati lorong gelap yang panjang.
Sebelum memulai perjalanan di lorong itu, Wilutama berpesan, jangan sekali-kali kamu menengok ke belakang apa pun yang terjadi.
Dalam perjalanan di lorong gelap, petaka terjadi. Samba ingkar dengan menoleh ke belakang. Ini dipicu oleh rasa penasaran bahwa meski berjalan di lorong gelap, kenapa dari belakang ada sinar terang?.
Begitu Samba menoleh ke belakang, Wilutama marah besar sambil mengutuk bahwa setelah Samba ketemu Agnya, dia akan mati secara aniaya.
Terang datang dari tubuh Wilutama yang telanjang, dan…. rahasya nira katon murub. Dari tempat paling rahasia terpancar cahaya yang terang sekali.
Benar adanya. Ketika Samba sedang melepas rindu bersama Agnya, Boma telah mengintipnya dari balik pohon. Maka dibunuhlah Samba dengan seribu cabikan di tubuhnya.
Melihat peristiwa itu, Kresna tidak terima. Dihidupkanlah Samba dengan senjata sakti Bunga Cangkok Wijayakusuma. Samba hidup lagi, tetapi Boma tewas di tangan ayahnya sendiri.
Samba pun menuruti perintah ayahnya, Kresna. Dia bertapa. Begitu juga Kresna. Mereka berdua akan berusaha merebut Wahyu Cakraningrat agar tidak jatuh ke tangan keturunan Arjuna. Apa pun, dan bagaimana pun caranya. Kresna merancang akan memotong wahyu di tengah jalan untuk dijatuhkan kepada anaknya.
Hampir berhasil. Tetapi di tengah samadi, Samba digoda Dewi Widayat.
Gagallah samadi, dan akhirnya Wahyu Cakraningrat jatuh ke tangan Abimanyu. Maka, setelah perang besar berakhir, anak Abimanyu yakni Parikesit lah yang menjadi Raja Hastina.
Kutukan Resi
Dalam episode yang lain, dalang menggambarkan ketidakwarasan Samba ketika berani mengggoda Batara Narada. Dengan menyamar sebagai wanita dan menyumpal perutnya seolah-olah hamil, Samba menggoda Narada sambil bertanya.
“Wahai Resi. Aku mendengar kabar bahwa engkau sedemikian sakti. Jika benar, coba tebak kandunganku akan lahir anak perempuan, atau laki-laki?”
“Bayi yang engkau kandung itu bukan laki-laki. Juga bukan perempuan. Ia akan lahir nanti malam!” Jawab Narada sambil mengatakan, pusaka yang lahir itulah yang akan menghabisi nyawamu, berikut seluruh keluarga dan tumpas semua keturunanmu.
Penasaran dengan jawaban Narada, Samba mencoba membuka sarung perutnya. Astaga. Sarung menjadi berlembar-lembar. Tak habis dibuka. Syahdan saat malam tiba, lahir kemudian sebuah gada.
Mendengar peristiwa itu, Kresna kembali menolong Samba. Dihancurkannya gada itu dilarung ke laut.
Tetapi, beberapa tahun setelah Baratayudha berakhir, dalam suatu peristiwa pesta di pinggir laut, Samba dan seluruh keluarga Yadawa dari Kerajaan Dwarawati tumpas. Gulungan ombak berubah menjadi gada yang menghabisi seluruh keturunan dari Kresna.
Peristiwa yang mirip episode antara Samba dan Wilutama terjadi juga pada Ken Arok dan Ken Dedes. Latar belakang Ken Arok membunuh Tunggul Ametung lebih karena rahasya nira katon murub. Ken Arok percaya, dari sinilah akan dilahirkan raja-raja di seluruh Jawa.
Kegelisahan Kresna, seperti juga kegelisahan Sultan Agung Hanyakrakusuma terhadap putra Mahkota, RM Sayidin, atau Pangeran Jibus. Pembelaan Kresna terhadap Samba sudah melampaui rasa malu, dan rasa bersalah, meskipun dia adalah Raja Dwarawati.*
Penulis adalah wartawan senior bermestautin di Jawa Tengah