Oleh L. Nur Salamah, S.Pd.
VIRAL, sebuah video dari kanal YouTube yang berdurasi kurang lebih sekitar 30 menit, menyampaikan beberapa hal: Pertama, Hamas belum butuh bantuan militer. Kedua, memberikan hadiah terbaik (maal-harta) kita untuk Palestina sebagai wujud cinta kepada saudara di Palestina. Ketiga, dikatakan bahwa Hamas mengeluarkan sebagian kecil kekuatannya, tidak lebih dari 30 persen.
Dari ketiga poin di atas, penulis ingin mengulik terkait masalah bantuan militer dan kekuatan Hamas. Rasa syukur tentunya, jika Hamas menyatakan belum atau bahkan tidak memerlukan bantuan militer. Akan tetapi, bukan berarti gugur kewajiban atas penguasa-penguasa negeri Muslim mengirimkan pasukannya/ militernya untuk mengusir entitas penjajah Yahudi di Palestina.
Karena peperangan yang terjadi di Palestina akar masalahnya sudah jelas tidak ada yang lain selain penjajahan. Penjajahan fisik berarti harus dilawan dengan kekuatan fisik. Tidak cukup hanya memanjatkan doa dan baca salawat asghil. Dalam hal ini yang paling wajib berjihad mengusir penjajah tersebut adalah para penguasa negeri kaum Muslimin.
Walau bagaimanapun juga, Hamas bukanlah sebuah negara, bukan juga tentara Islam yang berada dalam naungan sebuah institusi Islam. Sedangkan para penguasa negeri Muslim wajib adanya melindungi Hamas, bukan sebaliknya malah melabeli Hamas sebagai teroris.
Hamas itu bukan teroris. Hamas itu adalah representasi dari kaum muslimin seluruh dunia yang mempertahankan dan merebut kembali tanah yang dijajah oleh Zionis Yahudi. Namun, realitanya Hamas harus berjihad sendiri melawan entitas penjajah Yahudi, tanpa perlindungan dan bantuan dari penguasa negeri Muslim.
Terkait Palestina sendiri, bukanlah tanah milik Hamas atau Palestina. Akan tetapi Palestina adalah tanah kharajiah yaitu tanah yang ditaklukkan pada masa kekhalifahan Umar Ibnu Khatab, sehingga tanah itu milik seluruh kaum Muslimin seluruh dunia.
BACA JUGA: Gaza Membara, Bagaimana Peran Kita?
Sayangnya, sampai detik ini, para penguasa negeri Muslim hanya membisu. Hanya menjadi macan podium dan macan kertas. Hanya sebatas gertakan dan kecaman di atas mimbar dengan omongan besar. Sama sekali tidak ada langkah nyata untuk menghentikan kebiadaban Entitas Yahudi laknatullah.
Sikap para penguasa itu tidak terlepas dari paham nasionalisme, kepala negara Muslim terpetak-petak berjumlah 57 negara, namun tidak satu pun memobilisasi kaum Muslim berjihad melawan entitas penjajah Yahudi. Karena mereka beranggapan bahwa peperangan yang terjadi di Palestina adalah sudah takdir dan menjadi masalah internal Bangsa Palestina, sehingga mereka tidak atau enggan untuk campur tangan.
Dunia memang aneh. Termasuk yang terjadi di negeri Ruwetnesia. Mengusung nasionalisme, patriotisme, teriak-teriak NKRI harga mati. Akan tetapi sumber daya alamnya diserahkan kepada kafir penjajah atas nama investasi. Sebagai contoh: Emas di Papua dikuasai Amerika Serikat, padahal Indonesia dan AS beda negara. Rempang diserahkan ke Cina. Di mana NKRI harga mati dan sikap nasionalismenya? Ruwet memang.
Oleh karena itu, bagi kaum Muslim yang sudah tahu dan paham akan masalah ini, berkewajiban mengedukasikan dan mendakwahkan kewajiban ini baik kepada penguasa maupun masyarakat agar terbentuk pemahaman yang benar terkait solusi masalah Palestina ini. Lalu sama-sama berjuang untuk mengamalkannya.
Poin selanjutnya yang ingin penulis kritisi bahwa Hamas hanya mengeluarkan 30 persen kekuatannya dan Hamas belum butuh bantuan militer, sepertinya bukanlah pernyataan sesuai fakta tetapi lebih kepada strategi yang dimiliki Hamas untuk menggentarkan musuh. Hal itu juga sudah dicontohkan pada masa Rasulullah di awal-awal Daulah Islam berdiri di Madinah al Munawaroh.
Rasulullah mengirim beberapa ekspedisi (saroyah) dalam rangka untuk unjuk kekuatan dan menggentarkan musuh. Pasukan ini berjumlah kurang dari seratus orang, dan hal tersebut berhasil.
Kemudian, terlepas sesuai fakta ataupun tidak yang dikatakan Hamas tetap saja tidak menggugurkan kewajiban para penguasa negeri Muslim untuk mengerahkan tentara membebaskan Palestina.
Adapun pengiriman pasukan yang diserukan tersebut di atas merupakan solusi jangka pendek untuk Palestina. Solusi jangka panjangnya adalah kekuatan adidaya yakni persatuan kaum Muslimin seluruh dunia dalam satu kepemimpinan yang satu yaitu khalifah dalam bingkai sebuah negara yang menerapkan aturan Islam secara totalitas dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itulah masalah Palestina bisa diselesaikan secara tuntas dan tidak akan pernah terulang kembali.
Wa Allahu’alam Bisshowwab.
Penulis adalah Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Batam