J5NEWSROOM.COM, Yerusalem – Para pejabat Palestina mengatakan militan Palestina di kamp pengungsi di Tepi Barat pada Sabtu (25/11/2023) pagi menembak mati dua orang yang diduga bekerja sama dengan Israel. Massa kemudian menendang dan menyeret jenazah yang berlumuran darah melewati gang-gang sebelum kemudian mengikat mereka di sebuah tiang listrik.
Kejadian mencekam, yang disebarluaskan di media sosial itu, mengingatkan kembali pada kekacauan di Tepi Barat yang diduduki dalam dua pemberontakan warga Palestina melawan kekuasaan Israel yang pecah pada 1997 dan 2000. Masing-masing pemberontakan berlangsung selama beberapa tahun. Selama periode puncak konflik, kerap terjadi pembunuhan informan yang diikuti dengan memamerkan jenazah di muka umum.
Pembunuhan yang terjadi pada Sabtu di kamp pengungsi Tulkarem menggambarkan tekanan yang menghancurkan masyarakat Palestina ketika perang Israel-Hamas memperburuk tahun berdarah di wilayah tersebut. Serangan mematikan oleh militer Israel, serangan-serangan oleh para pemukim dan militansi Palestina di Tepi Barat telah melonjak sejak Israel melancarkan serangan balasan untuk merespons serangan mendadak mematikan oleh Hamas pada 7 Oktober.
Seorang pejabat keamanan Palestina mengatakan di kamp pengungsi Tulkarem, satu kelompok militan lokal menuduh dua orang Palestina membantu pasukan keamanan Israel menarget kelompok tersebut dalam serangan militer besar yang menewaskan tiga tokoh militan pada 6 November.
Kedua terduga informan itu berusia sekitar 20-an akhir dan awal 30-an awal. Salah satu dari mereka berasal dari kamp itu, menurut pejabat yang enggan diungkap identitasnya karena tidak berwenang berbicara kepada media.
Pejabat Palestina kedua juga membenarkan bahwa pasukan keamanan Palestina mengetahui tentang insiden itu. Sama halnya dengan pejabat pertama, dia juga memberi informasi tanpa disebut identitasnya karena alasan yang sama.
Kantor jaksa penuntut umum mengatakan akan mendapat informasi lebih detail dalam beberapa hari mendatang mengenai penyelidikan polisi terhadap pembunuhan itu.
Kelompok militan lokal itu terafiliasi dengan Brigade Martir Al Aqsa, sebuah cabang bersenjata dari kelompok nasionalis sekuler Fatah. Usai pembunuhan kedua orang tadi, kelompok itu mengunggah pesan tersamar. “Kami tidak menganiaya mereka, tapi mereka menganiaya diri mereka sendiri,” demikian bunyi pesannya.
Salah satu dari tertuduh informan itu berupaya tidak dikaitkan dengan insiden itu menyebut kerabatnya “satu jari jahat yang harus kita potong tanpa penyesalan.”
“Kami menegaskan bahwa kami tidak bersalah dan kami tidak akan mengizinkan siapapun untuk menyalahkan kami atas kesalahannya,” kata keluarga itu.
Seorang wartawan Palestina di kamp itu mengatakan para penghuni kamp memukuli dan menginjak-injak jenazah setelah keduanya ditembak mati oleh para militan di jalan.
Menurut jurnalis itu, yang berbicara tanpa menyebut namanya karena takut tindakan balasan, jenazah keduanya tidak dibawa ke rumah sakit.
Video pengakuan yang muncul secara online menunjukkan kedua pria tersebut, dalam keadaan lelah. Dengan mata tertunduk, mereka menggambarkan interaksi mereka baru-baru ini dengan pejabat intelijen Israel yang menurut mereka membayar mereka ribuan dolar untuk mendapatkan informasi.
Dinas rahasia Israel, Shin Bet, punya sejarah panjang dalam menekan orang-orang Palestina untuk menjadi informan, dengan memeras atau menjanjikan kerja atau izin masuk ke Israel. Shin Bet tidak merespons permintaan untuk tanggapan terkait pembunuhan tersebut.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah