Derita Muslim Rohingya Tanpa Junnah (Perisai)

Nai Ummu Maryam

Oleh Nai Ummu Maryam

DERITA umat Islam di Palestina belum lagi usai. Ribuan nyawa telah melayang, anak-anak, perempuan dan lansia menjadi korban terbanyak. Fasilitas umum seperti rumah ibadah, sekolah, dan rumah sakit pun tak luput dari serangan penjajah Zionis Yahudi Laknatullah.

Kini, nasib pilu juga menimpa muslim Rohingya di Myanmar. Mereka mengalami berbagai kondisi yang memprihatinkan dan belum mendapatkan kepastian akan nasibnya. Mereka terusir dari negaranya yakni Rakhine, Myanmar. Rakhine (Arakan) adalah negara bagian di Myanmar sebelah barat yang berbatasan dengan Bangladesh. Hingga akhirnya mereka mengungsi dari negerinya dan terkatung-katung di lautan lepas selama berhari-hari.

Mereka berharap ada negara tetangga yang siap menampung mereka, seperti Thailand, Malaysia dan termasuk Indonesia. Seperti dilansir dari berbagai media lokal, bahwa imigran Rohingya terus berdatangan ke Provinsi Aceh. Seperti dikatakan oleh Koordinator Kontras Aceh Azharul Husna, mereka tiba di Kabupaten Pidie sebanyak 346 orang di Bireuen Aceh sejak 14 November 2023 (Tirto, 16-11-2023).  Begitu juga jumlah imigran Rohingya makin bertambah, kapal yang membawa sekitar 400 orang lagi juga tiba di Provinsi Aceh pada Ahad (CNBC Indonesia, 10-12-2023).

Sejarah Singkat Kondisi Muslim Rohingya

Suku Rohingya adalah muslim minoritas yang tinggal pada daerah utara negara bagian Rakhine (Arakan). Dari segi fisik Suku Rohingya mempunyai kemiripan dengan orang India dan Bangladesh. Sejak tahun 1948, ketika Myanmar diberikan kemerdekaan oleh Inggris, pemerintah Myanmar tidak mengakui Suku Rohingya sebagai bagian penduduk Myanmar dan mereka tidak mendapatkan hak-haknya sebagai manusia. Ketika 1982 pemerintahan Ne Win memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan yang berisi bahwa 800.000 orang Rohingya ditolak kewarganegaraannya.

Pada tahun 2010 saat Thein Sein berkuasa, pemerintah junta militer menuju transformasi demokrasi menjadikan Myanmar sebagai negara yang dipimpin sipil. Sistem politik dan ekonomi makin terbuka. Hanya saja etnis Rohingya yang tidak merasakan perubahan dari keterbukaan Myanmar ini.

Pada 1978, sebanyak 167.000 muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh dalam “Operation Nagamin Sit Sin Yay” (Operasi Raja Naga). Mirisnya, dalam operasi ini banyak muslim yang terbunuh, diperkosa dan disiksa. Banyak juga masjid yang dihancurkan dan  penganiayaan yang berbasis agama lainnya. Pada tahun 1991 hingga 1992 penganiayaan dan pembantaian muslim Rohingya kembali terjadi, dan sekitar 250.000 orang kembali mengungsi ke Bangladesh.
(The State of the World’s Refugees-UNHCR Report 2007).

Sejak saat itu suku Rohingya menjadi stateless (tidak mempunyai hak kewarganegaraan), dipersulit dalam hal kesehatan, pendidikan, pernikahan, keluarga dan ekonomi.

Solusi untuk Rohingya

Apa yang salah dari muslim Rohingya? Mereka mengalami berbagai penyiksaan hingga pembunuhan. Apa karena mereka muslim? Jawabannya tentu saja tidak. Sebagaimana Allah Swt. telah memuliakan umat Islam dan mereka umat terbaik yang ada di muka bumi ini (Lihat: QS Ali Imran:110).

Dalam pandangan Allah Swt. dan syariat Islam bahwa hilangnya satu nyawa lebih berat ketimbang hilangnya dunia dan seisinya. “Sesungguhnya hilangnya dunia (dan seisinya) benar-benar lebih ringan bagi Allah ketimbang terbunuhnya seorang Muslim.” (HR At-Tarmidzi).

Lalu, apa yang salah? Ketika mereka datang ke Malaysia dan Bangladesh mereka pun ditolak dengan alasan tidak ada visa masuk ke negaranya. Begitu juga dengan Indonesia, kita tidak mampu menerima pengungsi dalam jumlah yang sangat banyak, dengan alasan ini akan menjadi beban negara. Baik beban secara ekonomi maupun moral dan sosial.

Jika kita melihat secara luas, bahwa banyaknya negara-negara tetangga menolak kedatangan Suku Rohingya bukan karena sebuah beban ekonomi yang akan ditanggung atau juga karena buruknya akhlak mereka. Namun, penolakan ini sejatinya dipicu karena adanya sekat nasionalisme yang telah mematikan rasa persaudaraan sesama muslim.

Umat Islam saat ini terpecah belah, tidak ada satu kepemimpinan dan junnah (perisai) yang mampu melindungi  umat Islam dan mampu menyelesaikan seluruh problematika umat Islam di dunia. Pun hasil yang nihil jika kita berlindung kepada UNHCR milik PBB. Karena mereka pun juga kontra dengan umat Islam.

Maka solusi untuk Rohingya saat ini adalah, dunia wajib membuka mata, mengembalikan Rohingya ke tempat asalnya dengan terhormat dan memberikan sanksi yang adil dan tegas kepada pemerintahan Myanmar. Pun, sebagai umat Islam sudah saatnya kita memikirkan bahwa begitu pentingnya persatuan umat Islam di seluruh dunia dan di bawah satu komando kepemimpinan. Siap untuk memperjuangkannya?

Wallahu’alam

Penulis adalah Pemerhati Permasalahan Sosial bermestautin di Batam