J5NEWSROOM.COM, Gaza -Di tengah-tengah desakan internasional untuk mewujudkan gencatan senjata temporer baru di Jalur Gaza, pasukan Israel, Rabu (31/1) melancarkan serangan udara di bagian utara dan selatan Gaza.
Serangan Israel itu antara lain menargetkan Kota Gaza, di mana militer mengatakan menewaskan 15 militan dalam operasi darat di sana. Di Khan Younis, kota utama di Gaza Selatan, para saksi mata melaporkan pertempuran hebat serta sejumlah serangan udara.
Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikelola Hamas mengatakan jumlah korban tewas dalam serangan balasan Israel telah meningkat menjadi 26.900, angka yang mencakup warga sipil dan militan.
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Kairo untuk membahas proposal gencatan senjata, yang akan mencakup penghentian pertempuran di Gaza dan pembebasan sandera yang ditawan oleh Hamas.
Haniyeh, Selasa (30/1) mengatakan bahwa Hamas sedang mempelajari rencana gencatan senjata dan menekankan tuntutan lama kelompok militan itu bagi gencatan senjata permanen serta penarikan pasukan Israel dari Gaza. “Prioritasnya adalah mengakhiri agresi yang tidak adil di Gaza dan penarikan penuh pasukan pendudukan,” kata Haniyeh.
Ia juga mengatakan Hamas berupaya membangun kembali Gaza, yang sebagian besar telah rata dengan tanah selama Israel melancarkan serangan balasan setelah serangan 7 Oktober oleh Hamas terhadap Israel yang menewaskan 1.200 orang. Hamas juga menginginkan pencabutan blokade bertahun-tahun oleh Israel terhadap Gaza dan pembebasan orang-orang Palestina yang dipenjarakan di Israel.
PM Israel Benjamin Netanyahu mengatakan penarikan penuh dari Gaza tidak akan terjadi sebelum Israel mencapai targetnya. Netanyahu telah bertekad akan melenyapkan Hamas untuk memastikan kelompok itu tidak dapat meluncurkan lagi serangan pada masa mendatang terhadap Israel.
“Kami tidak akan menarik mundur militer Israel dari Jalur Gaza dan kami tidak akan membebaskan ribuan teroris,” kata Netanyahu.
Garis besar uraian mengenai kemungkinan kesepakatan baru itu muncul dari pembicaraan di Paris antara para pejabat AS, Israel, Qatar dan Mesir.
“Seperti yang dikatakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken kemarin, proposal itu yang tersedia di meja perundingan kuat dan menarik,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
“Ini membayangkan jeda kemanusiaan yang lebih lama daripada jeda November lalu, yang akan memberi kesempatan untuk membuat lebih banyak sandera yang dibebaskan dan bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa yang masuk: makanan bagi anak-anak yang kelaparan, obat untuk perempuan lansia, tempat berlindung bagi keluarga yan telah berkali-kali mengungsi,” imbuhnya.
Lebih dari 100 sandera telah dibebaskan dalam gencatan sepekan pada November lalu dengan imbalan pembebasan 240 orang Palestina yang dipenjarakan oleh Israel. Hamas diyakini masih menahan sekitar 100 sandera lagi.
Serangan Tepi Barat
Kantor HAM PBB meminta Israel untuk segera menghentikan “pembunuhan di luar hukum terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat,” setelah Israel membunuh tiga orang di sebuah rumah sakit di Jenin yang diidentifikasi militer Israel sebagai militan yang sedang berencana melakukan serangan.
Sebuah pernyataan dari badan PBB itu menyebut operasi Israel sebagai “eksekusi di luar hukum yang tampaknya direncanakan.”
Kantor HAM PBB mencatat peningkatan pembunuhan warga Palestina di Tepi Barat sejak 7 Oktober. Sekitar 370 orang Palestina telah tewas di Tepi Barat selama masa itu, kebanyakan dari mereka dibunuh pasukan Israel.
Michael Provence, yang mengajar sejarah modern Timur Tengah di University of California San Diego, mengatakan kepada VOA bahwa serangan Israel itu “kurang ajar, dan tentu saja merupakan tindakan yang kian meningkat, namun ini bukan hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya” bagi Israel.
Provence mengatakan serangan itu juga membuat perundingan gencatan senjata menjadi lebih sulit daripada yang seharusnya.
Israel telah menuduh Hamas beroperasi di rumah sakit-rumah sakit dan di terowongan-terowongan di bawah fasilitas kesehatan itu untuk menyembunyikan senjata dan menggunakan warga sipil sebagai tameng.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah