Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
Mulut bisa dibungkam
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
Di sana bersemayam kemerdekaan
Seniman Butet Kertarajasa pada Sabtu (10/2) membacakan puisi berjudul “Suara” karya penyair asal Solo Wiji Thukul. Butet mengatakan sejumlah puisi berisi kritik sosial saat Orde Baru itu masih relevan saat ini.
“Dari Solo lahir seorang penyair besar, yang menjadi martir lahirnya demokrasi di Indonesia, sahabatku, Wiji Thukul. Puisinya bentuk perlawanan saat Orde Baru berkuasa. Sampai hari ini kita tidak tahu di mana kuburnya kalau memang sudah meninggal. Bagaimana nasibnya, kita tidak tahu. Wiji Thukul yang diculik, dan yang menculik mencapreskan,” ujar Butet di hadapan 70 ribu kader dan simpatisan pendukung capres cawapres nomor urut 3, Ganjar -Mahfud, di Solo, Sabtu (10/2).
Lewat guyunan renyah, Butet mengkritik pemerintah yang dianggap membungkam suara rakyat, termasuk dirinya, yang sempat berhadapan dengan hukum karena beberapa waktu lalu menyampaikan kritik.
Butet kemudian memanggil anak perempuan Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani, untuk naik ke panggung. Butet meminta Wani untuk menceritakan janji Presiden Jokowi terkait penuntasan kasus penghilangan paksa ayahnya, Wiji Thukul.
“Kasus penghilangan paksa yang menimpa Bapak Wiji Thukul yang sampai sekarang tidak beres. Bahkan sampai Ibu Sipon wafat, tapi sampai sekarang kami masih mengingat janji yang pernah diucapkan Presiden Jokowi perihal Wiji Thukul harus ketemu, kasus Wiji Thukul harus diselesaikan, Wiji Thukul harus ketemu hidup atau mati,” tegas Fitri.
Dalam kampanye akbar itu, Fitri lantas membacakan puisi ayahnya yang berjudul “Peringatan”.
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.
Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menanggapi hal-hal yang dialami Fitri dan Butet; dan menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan kasus pelangggaran HAM berat di berbagai kasus.
“Anak Wiji Thukul dan Mas Butet mengingatkan pada kami untuk saya dan Pak Mahfud yang maju menjadi pemimpin bangsa harus mau mendengarkan kritikan, keluhan, dan sebagainya. Ketika rakyat menyalurkan ekspresinya dengan segala caranya, jangan dibungkam, jangan marah,” ujar Ganjar.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah