J5NEWSROOM.COM, Batam – Aktivis kemanusiaan di Batam, RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong yang akrab disapa Romo Paschal, mengapresiasi Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam yang menggelar penyuluhan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Jujur saya katakan, baru kali ini mendapatkan undangan dari Kajari Batam. Ini juga pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Kejari Batam. Dan saya sangat mengapresiasi hal ini,” ucap Romo Paschal, sapaan akrabnya, Selasa (7/5/2024).
Romo Paschal menjelaskan, memang sudah selayaknya negara hadir dalam penegakan hukum, terlebih dari sisi memerangi kasus kemanusiaan, untuk itu dengan adanya kegiatan seperti ini dari Kejaksaan, pihaknya berharap aparat penegak hukum lainya juga punya keseriusan dalam penanganan TPPO di Batam dan Provinsi Kepri pada umumnya.
“Tadi Pak Kajari memberikan satu komitmen, sebagai jaringan kemanusiaan, kami sangat menghargai itu. Kami juga sangat senang negara hadir dalam penegakan hukum dalam hal ini kejaksaan dalam memerangi perdagangan orang,” ungkapnya.
Menurutnya, penanganan perdagangan orang memang harus tuntas. Aparat penegak hukum harus bekerja.
Ia pun tidak memungkiri bahwa kasus TPPO yang bergulir di Kejaksaan dan pengadilan bukanlah penangkapan pemain besar. “Kami juga selalu memantau persidangan, memang hanya kasus ecek-ecek saja yang sampai ke pengadilan. Pelaku yang tangkap hanya penghubung, supir taksi, pembeli tiket. Kita akui ada kesulitan untuk kelas kakap. Maka dari itu kita harapkan komitmen bersama untuk memerangi TPPO,” harap Romo Paschal.
Bahkan, Romo Paschal menyebutkan, kasus TPPO terus meningkat tiap tahunnya. Untuk tahun 2023, data yang dimiliki olehnya menunjukkan pada angka 120 kasus TPPO. Angka itu meningkat dibanding tahun sebelumnya yakni 82 kasus.
“Kami selalu mengikuti penuntutan Kejaksaan di 2023. Dari situ kami memberikan apresiasi atas keseriusan Kejaksaan dalam penanganan TPPO,” sebutnya.
Romo Paschal menambahkan, seharusnya pada acara seperti yang digelar oleh Kejaksaan ini, juga bisa hadir dari pihak imigrasi dan kepolisian. “Baiknya acara seperti ini ada juga pihak imigrasi dan kepolisian sebagai narasumber. Kan dia instansi itu yang selalu bersentuhan langsung dengan perkara TPPO,” ungkapnya.
Sementara Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam, I Ketut Kasna Dedi, menyampaikan permasalahan PMI dan TPPO harus menjadi tanggung jawab bersama, terlebih Batam dan Kepri merupakan daerah transit, untuk itu perlu penanganan khusus, dimana semua bisa menjadi pelaku dan begitu juga sebaliknya, semua bisa menjadi pencegah.
“Oleh karena itu perekrutan dari daerah asal itu juga yang harus menjadi konsentrasi kita bersama. Sebab, hal itu adalah salah satu pencegahan terjadinya tindak pidana perdagangan orang,” ucap Kasna Dedi.
Dikatakan Kasna Dedi, pihaknya juga sangat membutuhkan pemerhati kemanusiaan seperti Romo Paschal. Ia berharap akan lebih banyak masyarakat pemerhati kemanusiaan, sehingga semakin banyak pencegahan TPPO di Kota Batam dan mempersempit ruang bagi pelaku.
“Kami membutuhkan orang seperti Romo, kami tidak bisa bekerja sendiri, memang dalam perkara TPPO negara harus hadir. Negara juga terdiri dari masyarakat. Untuk itu, di sini dibutuhkan kerja sama disemua lini. TPPO tak bisa dicegah hanya dengan hukuman,” ungkapnya.
“Kami membutuhkan orang yang punya hati yang bisa menjadi pencegah TPPO. Bicara soal penuntutan, jaksa juga punya ukuran dan pertimbangan tersendiri,” sambungnya.
Ditambahkannya, selama bertugas sebagai Kajari Batam, ia tetap dalam koridor dalam melakukan suatu penuntutan. “Ini momen jangan ada dusta di antara kita, ada perkara PMI yang dituntut hanya dua tahun, karena ini hanya supir penyambung. Yang banyak itu DPO dan DPO. Kalau yang menjadi terdakwa itu memang terbukti dia sebagai aktor utama, maka kita bisa memberikan tuntutan yang sepadan,” pungkas I Ketut Kasna Dedi.
Sementara itu, Kabid Penkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Martha Parulina Berliana, mengatakan mayoritas korban TPPO adalah perempuan, menurutnya, kebanyakan perempuan Indonesia ingin hidup dengan gaya hidup yang mewah, ingin memiliki barang-barang yang branded. Dan merasa memliki barang luar negri itu hebat.
“Tujuh puluh persen korban TPPO itu perempuan. Nah ini tugas kita bersama, bagaimana merubah mindset atau pola hidup itu. Mari kita kembali ke kehidupan nyata kita dengan gaya sederhana. Dengan demikian keinginan untuk bekerja di luar negeri semakin berkurang, terlbih jalur non prosedural,” ucap Dr Martha Parulina.
Editor: Agung