J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Nilai tukar rupiah di sejumlah bank tercatat sudah berada di atas Rp 16.500/US$, bahkan ada dua bank asing yang sudah menjual dolar di atas Rp 16.700.
Mengutip data refinitiv, rupiah pada Rabu (19/6/2024) pagi dibuka di angka Rp16.390 per dolar AS di pasar spot, menguat 0,03% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. Bahkan pada pukul 09.05 WIB dolar tercatat Rp16.370, naik 0,15%.
Nilai tukar di bank dan tempat penukaran uang memang sejatinya lebih tinggi dari harga perdagangan di pasar spot. Meski demikian, sejumlah bank memperdagangkan rupiah dengan harga yang jauh lebih mahal dari bank lainnya.
Mengutip data di website resminya, per hari ini Bank Commonwealth menjadi bank di RI yang telah menjual dolar AS (bank notes) di atas Rp 16.700, atau secara detail Rp 16.710/US$. Sebaliknya, Bank Commonwealth membeli dolar AS dari nasabah senilai US$ 16.070.
Sementara itu, per pukul 09.14 WIB bank asal Inggris-Hongkong HSBC mematok Rp 16.705 per US$ 1 yang dijual bank kepada para nasabah. Sebaliknya bank membeli dolar AS senilai Rp 16.105.
Sejumlah bank swasta asing lain juga tercatat menawarkan harga jual dolar yang jauh di atas rata-rata bank swasta dan bank BUMN.
Bank BCA menawarkan harga jual (bank notes) Rp 16.533/US$ dan harga beli US$ 16.233. Sementara itu, Bank Mandiri menawarkan harga jual dolar US$ 16.500/US$ dan harga beli Rp 16.150/US$. Lebih murah lagi ada BNI yang menjual dolar AS di harga Rp 16.495 dan membeli di harga Rp 16.255.
Rupiah Menguat Jelang Rapat Gubernur BI
Pekan lalu rupiah tercatat melamah signifikan, namun pada perdagangan perdana setelah libur panjang rupiah menguat seiring dengan ekspektasi pasar mengenai pemangkasan suku bunga The Federal Reserve atau The Fed meningkat.
Menurut perangkat FedWatch, peluang The Fed memangkas suku bunga akan terjadi pada September dan Desember. Masing-masing sebanyak 25 basis poin dari saat ini 5,25% – 5,50% menjadi 4,75% – 5,00% pada akhir tahun.
Ekspektasi tersebut meningkat usai rilis data penjualan ritel Amerika Serikat yang menguat namun lebih lambat dari ekspektasi.
Data terbaru yakni penjualan ritel naik 0,1% di bulan Mei, dibandingkan perkiraan pertumbuhan 0,3% oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters, sementara laporan lain menunjukkan produksi industri dan output manufaktur pada Mei yang sangat kuat.
Selain itu, investor saat ini mencermati rilis neraca dagang pada siang ini dan pengumuman suku bunga Bank Indonesia.
Neraca perdagangan diproyeksi masih berada di zona surplus periode Mei 2024. Namun suara defisit di polling kali ini sudah mulai muncul di tengah dominasi proyeksi surplus.
Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2024 pada Rabu (19/6/2024).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Mei 2024 akan mencapai US$2,65 miliar.
Surplus tersebut turun dibandingkan April 2024 yang mencapai US$3,56 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 49 bulan beruntun sejak Mei 2020.
Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Juni 2024 dan hasilnya akan diumumkan pada Kamis mendatang. Hasil RDG juga akan memuat keputusan terbaru dari suku bunga acuan.
Diperkirakan, suku bunga acuan BI (BI Rate) akan kembali ditahan di level 6,25%, meski rupiah beberapa hari belakangan juga terpantau merana.
Sebelumnya pada pertemuan edisi Mei 2024, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25%. BI juga mempertahankan suku bunga deposit facility sebesar 5,5% dan suku bunga lending facility sebesar 7%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan keputusan mempertahankan BI rate sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stabilitas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran.
Sumber: CNBC Indonesia
Editor: Agung