J5NEWSROOM.COM, Berjumlah 2 miliar dan terus bertambah, Gen Alpha (lahir pada 2010-2024) diperkirakan menjadi generasi terbesar dalam sejarah. Meski anggota tertuanya baru berusia 14 tahun, Gen Alpha sudah menjadi kekuatan ekonomi yang patut diperhitungkan.
“Mereka mengeluarkan uang, dan dalam jumlah yang besar. Tidak hanya itu, hal ini juga mempengaruhi keputusan belanja orang tua secara signifikan,” kata analis sosial dan ahli demografi Mark McCrindle. “Kami memperkirakan pengeluaran global Generasi Alpha secara langsung dan akibat pengaruhnya, sudah mencapai $5,5 triliun, menjadi jejak ekonomi yang cukup fenomenal mengingat jejak demografis mereka yang tak tertandingi.”
Anggota termudanya akan lahir tahun ini, tetapi Alpha tertua lahir pada tahun yang sama ketika iPad diluncurkan.
Sebagai generasi pertama yang lahir di dunia ponsel pintar dan perangkat terhubung lainnya, Alpha telah menjadi konsumen jauh lebih awal dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini sebagian disebabkan oleh bentuk pembayaran online yang terhubung dengan kartu kredit orang tua atau mata uang digital lainnya. Dan mereka menggunakan uang itu untuk membeli game dan aksesoris digital.
“Mereka membeli barang virtual menggunakan mata uang virtual,” kata McCrindle. “Jadi, generasi ini memiliki cara-cara baru dalam membelanjakan uang, yang benar-benar mengarah pada peningkatan komersialisasi.”
McCrindle mengatakan salah satu pasar yang tidak bersifat virtual namun merasakan dampak daya beli Gen Alpha adalah industri kosmetik.
Misalnya, jumlah kelompok usia 10-14 tahun yang berkunjung ke toko kosmetik Sephora meningkat lebih dari 22 persen dari Februari 2023 hingga Maret 2024, dibandingkan periode sebelumnya, menurut analis ritel pass_by.
Dan apa hal yang menarik bagi pembeli di kelompok usia ini?
“Upaya keberlanjutan mungkin menarik bagi demografi ini, meskipun kami tidak dapat menyatakan hal tersebut secara pasti berdasarkan data kami,” James Ewen, wakil presiden pemasaran pass_by, mengatakan kepada VOA melalui email.
Terlahir di dunia digital berarti Gen Alpha kemungkinan besar akan memiliki keterampilan teknis yang sangat baik. Namun bagaimana dengan kemampuan mengembangkan keterampilan lain seperti bermain, menjelajah, mengoleksi, dan melakukan petualangan yang membantu anak-anak belajar memahami dunia di sekitar mereka?
“Dunia telah menyusut menjadi lima besar bidang bagi anak-anak, yang dulunya adalah taman bermain dan olahraga, alam terbuka, alam, dan lingkungan sekitar,” kata McCrindle. “Semuanya telah dikompresi menjadi lingkungan virtual.”
Terus-menerus terhubung dengan orang lain secara virtual dapat mengurangi kemandirian anak, menurut konselor profesional berlisensi Shelly Melia.
“Salah satunya dampaknya ketika kamu jauh dari orang tua atau seseorang yang selalu bisa menyelesaikan masalahmu dengan cepat, kamu terpaksa mengatasi masalah yang kamu hadapi. Membuatmu harus menghadapi ketidaknyamanan, dan membuatmu berjuang. Begitulah caramu bertumbuh,” kata Melia, yang juga seorang profesor di bidang pelayanan anak dan keluarga di Dallas Baptist University.
“Kamu merasa mendapatkan kemandirian, ‘Oh, saya bisa menyelesaikannya’ setiap kali ada masalah. Anak-anak kita menjadi terlalu bergantung pada telepon itu untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka, bukan pada apa yang secara internal, bisa mereka lakukan untuk mengatasi masalah tersebut,” kata Melia.
Selain menjadi generasi terbesar dalam sejarah, Gen Alfa diperkirakan akan berumur lebih panjang dan memiliki budaya yang lebih beragam. Mereka juga akan lebih berpendidikan, tinggal di rumah (orang tua) lebih lama, dan bekerja lebih lama dibandingkan generasi sebelumnya, mungkin hingga usia 70-an. Dua pertiga gen Alfa akan bekerja pada lapangan pekerjaan yang saat ini belum ada, menurut Forum Ekonomi Dunia.
“Mereka akan menjadi pembelajar seumur hidup. Jadi, menurut saya, membangun landasan pendidikan yang kokoh untuk berinvestasi lebih banyak pada hal tersebut adalah hal yang baik,” kata McCrindle. “Hal tersebut dapat menunda masa dewasa. Jika mereka tinggal di rumah lebih lama, mereka bisa jadi ‘kidult’, yaitu orang dewasa yang masih bergantung pada orang tuanya.”
Sebagai orang dewasa, Gen Alpha juga bisa menghadapi masalah kesehatan mental, kata Melia, karena mereka cenderung dibesarkan oleh orang tua yang perhatiannya terbelah, di mana batasan antara pekerjaan kantor dan pekerjaan di rumah semakin kabur, terutama bagi mereka yang telework atau bekerja dari rumah.
“Rasa memiliki adalah hal yang sangat menyakitkan bagi anak-anak kita, dan sulit untuk merasakan rasa memiliki itu secara virtual. Jadi, kita kecanduan pada sesuatu yang tidak bisa memberikan apa yang benar-benar kita butuhkan,” kata Melia tentang Gen Alpha dan teknologi.
“Mereka perlu merasa diperhatikan. Mereka perlu merasa dikenal. Dan mereka perlu merasa dicintai. Dan mereka membutuhkan kontak mata. Mereka membutuhkan percakapan tatap muka. Mereka membutuhkan makan malam dengan keluarga tanpa gangguan, hal-hal semacam itu, di mana mereka mempelajari soft skill atau keterampilan sosial emosional,” tambahnya.
Generasi Alpha akan terbentuk oleh teknologi, “(teknologi) jadi hampir seperti udara yang mereka hirup,” kekuatan dan kemampuan mereka untuk mendorong tren sejak usia muda, dan benar-benar tanpa batas, menurut McCrindle.
“Ini adalah pengaruh global Timur-ke-Barat, bukan hanya Barat-ke-Timur, dan saya pikir dengan koneksi global mereka … dan munculnya pengaruh dan inovasi negara-negara berkembang, benar-benar membuat dunia menjadi datar dan pengalaman mereka jadi tanpa batas,” kata McCrindle, yang memberi nama generasi ini.
Alpha adalah huruf pertama dalam alfabet Yunani, yang menurutnya cocok untuk generasi yang menandai “permulaan dari sebuah realitas baru.”
Ada yang berpendapat, generasi ini seharusnya disebut “Covidians” atau “warga Covid”, namun McCrindle mengatakan pandemi global yang membuat begitu banyak Gen Alpha tidak bersekolah selama berbulan-bulan, akan menjadi catatan kaki dalam kehidupan generasi ini.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah