Catatan Cak AT – Ahmadie Thaha
SIAPA bilang dunia politik itu membosankan? Kali ini Presiden Prabowo Subianto memutuskan mengangkut ratusan punggawanya ke Akademi Militer Lembah Tidar dengan pesawat Super Hercules C-130 J. Seolah-olah ia ingin mengundang kita menyaksikan sebuah pertempuran. Bayangkan, para petinggi yang biasanya berkeliaran di ruang rapat yang nyaman, kini harus berjuang dengan terbang menggunakan pesawat angkut militer.
Saya ingat, pengalaman saya naik pesawat militer yang sama saat meliput perang Irak-Kuwait —seperti naik gerobak tanpa kursi, tapi lebih berisik. Apakah dengan ini, Prabowo ingin mengajarkan timnya cara beradaptasi di segala kondisi, termasuk terbang dengan pesawat yang lebih cocok untuk angkut barang ketimbang angkut manusia? Apakah ini pembekalan untuk menghadapi tantangan kerja dengan medan tempur lima tahun yang diketahui begitu berat?
Mungkin, di balik pengangkutan yang “gokil” ke Magelang, Jawa Tengah, ini ada sebuah filosofi Prabowo: “Kalau mau jadi pemimpin, harus siap dengan segala rintangan.” Sebelum terbang, Prabowo sempat menekankan pentingnya kerja sama tim, terikat dalam tim (bond-in-team). Saya bisa membayangkan betapa para menteri itu berusaha membangun chemistry di udara —mencoba berbagi pengalaman sambil terbang dan berdoa agar pesawat tidak mengalami turbulence yang bisa merusak suasana hati.
Setelah mendarat, rombongan Menteri, wakil Menteri, Kapala badan dan utusan khusus ini tak langsung mendapatkan hotel bintang lima. Mereka ditampung di barak-barak militer, tapi jangan salah, fasilitasnya sekelas perkemahan haji VVIP di Arafah. Ada kasur dan AC! Entah apakah ini strategi Prabowo untuk menekankan pada pentingnya “perjuangan”, atau mungkin hanya untuk memastikan agar para menteri tidak terlalu “kelelahan” untuk mengikuti instruksi yang bakal diberikan.
Mungkin juga, Prabowo ingin mereka merasakan bagaimana rasanya hidup dalam kesederhanaan, sambil tetap dimanjakan dengan kenyamanan yang cukup. Bayangkan, “Berjuang di lapangan, tapi tetap nyaman!” Yang pasti, dia memilih Lembah Tidar karena histori wilayah ini. Di situ pernah terjadi sejumlah pertempuran sangat menentukan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.
Selanjutnya, seragam loreng Komando Cadangan (Komcad) lengkap dengan sepatu khas militer diberikan kepada mereka. Apakah ini langkah awal untuk menciptakan kabinet yang siap tempur? Mungkin Prabowo ingin menterinya tidak hanya terlihat serius, tetapi juga merasa seperti sedang bersiap untuk misi rahasia —misi untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik, tentu saja!
Keterikatan pada seragam ini, di sisi lain, bisa jadi merupakan pengingat bahwa meskipun mereka menteri, mereka juga bagian dari “tentara” rakyat yang harus berjuang demi kemajuan bangsa. Dengan disuruh mengenakan serajam itu, mereka secara tak langsung diangkat menjadi prajurit Komcad yang siap terjun ke medan tempur, sebuah pertempuran melawan kebodohan, kemiskinan, ketertinggalan, dan korupsi.
Presiden Prabowo mengisi sesi olah raga pagi dengan latihan baris-berbaris. Dia pun menjelaskan, dengan latihan baris-berbaris, Kabinet Merah Putih bisa bergerak seirama, dan menuju tujuan yang sama. “Pemerintah tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan sebagai tim,” ujarnya. Lebih lanjut dia menjelaskan, sistem pertahanan yang baik adalah sistem pertahananan rakyat semesta. Artinya, tiap warga negara harus siap sedia membela negaranya.
Dan tidak kalah pentingnya, acara pembekalan ini dirancang berlangsung selama lima hari, dari Kamis hingga Ahad, 27 Oktober 2024. Sebuah waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan segala hal yang “gokil.” Dalam rentang waktu itu, kita membayangkan kegiatan-kegiatan menarik, seperti latihan baris-berbaris tadi, teknik komunikasi, atau mungkin sesi motivasi yang diisi oleh pembicara dari kalangan militer dan penggiat seni. Jangan lupa, mungkin juga ada waktu untuk menonton film perang.
Apakah tindakan Prabowo ini sejalan dengan ajaran yang diperolehnya di dunia militer? Tentu saja! Kedisiplinan, kerja sama tim, dan semangat juang merupakan inti dari pelatihan militer. Namun, juga jangan lupakan pengaruh buku-buku inspiratif, terutama karya Paulo Coelho yang terkenal, dalam dirinya.
Di “Kitab Suci Kesatria Cahaya”, misalnya, Prabowo belajar tentang pentingnya keberanian, kepercayaan diri, dan semangat untuk terus maju. Mungkin Prabowo ingin agar para pembantunya tidak hanya memahami tugas mereka, tetapi juga merasakan semangat seorang ksatria yang bercahaya dalam melaksanakan amanahnya.
Terus terang, kita harus memberi jempol untuk Prabowo. Dia tidak hanya mengadakan pembekalan dengan cara yang tidak biasa, tetapi juga menyelipkan pesan-pesan moral dan filosofis di balik setiap kegiatan. Meskipun terdengar seru seperti di latihan Pramuka, ada satu hal yang jelas: Prabowo ingin menterinya memahami betapa pentingnya persatuan dan semangat juang dalam menjalankan tugas.
Semoga, setelah menjalani pengalaman yang “gokil” ini, mereka bisa kembali dengan semangat yang membara—siap untuk membangun Indonesia yang lebih baik!*
Pesantren Tadabbur al-Qur’an, 26/10/2024.
Penulis adalah Pendiri Republika Online 1995