Hutan Indonesia Tanggung Akibat dari Meningkatnya Permintaan Energi Biomassa Global

Sebuah truk mengangkut tanah yang mengandung bijih nikel dari tambang di hutan yang ditebang di Halmahera, 19 Maret 2012. (Foto: REUTERS/Neil Chatterjee)

J5NEWSROOM.COM, Hamparan hutan alami yang luas ditebang di berbagai wilayah di Indonesia untuk memenuhi permintaan internasional yang meningkat pesat akan bahan biomassa, yang dianggap penting bagi transisi banyak negara menuju energi yang lebih bersih.

Hampir semua biomassa dari hutan yang dirusak untuk produksi pelet kayu sejak 2021 telah diekspor ke Korea Selatan dan Jepang, menurut temuan The Associated Press melalui pemeriksaan citra satelit, catatan perusahaan, dan data ekspor Indonesia. Kedua negara tersebut telah menyediakan jutaan dolar untuk mendukung pengembangan produksi dan penggunaan biomassa di Indonesia.

Perusahaan listrik milik negara, PLN, juga berencana untuk secara signifikan meningkatkan jumlah biomassa yang dibakar untuk pembangkit listrik.

Para ahli dan pemerhati lingkungan khawatir bahwa meningkatnya permintaan, ditambah lemahnya regulasi domestik, akan mempercepat penggundulan hutan dan memperpanjang penggunaan bahan bakar fosil yang sangat mencemari. Biomassa, yang merupakan bahan organik seperti tanaman, kayu, dan limbah, dapat dengan mudah dibakar bersama batu bara di banyak pembangkit listrik tenaga batu bara.

“Produksi biomassa — yang baru-baru ini mulai terlihat dalam skala industri di Indonesia — merupakan ancaman serius bagi hutan negara ini,” kata Timer Manurung, direktur Auriga Nusantara, sebuah organisasi lingkungan.

Seiring dengan percepatan transisi energi di beberapa negara, permintaan terhadap biomassa juga meningkat: Penggunaan bioenergi rata-rata meningkat sekitar 3% per tahun antara 2010 dan 2022, menurut Badan Energi Internasional (IEA).

Para ahli, termasuk IEA, menekankan pentingnya permintaan biomassa dilakukan secara berkelanjutan, seperti menggunakan limbah dan sisa tanaman, daripada mengubah lahan hutan untuk menanam tanaman bioenergi. Deforestasi mengakibatkan erosi, merusak keanekaragaman hayati, mengancam satwa liar dan manusia yang bergantung pada hutan, serta memperburuk bencana akibat cuaca ekstrem.

Banyak ilmuwan dan pemerhati lingkungan bahkan menolak penggunaan biomassa sama sekali. Mereka berargumen bahwa pembakaran biomassa berbasis kayu dapat melepaskan lebih banyak karbon dibandingkan batu bara, sementara penebangan pohon mengurangi kemampuan hutan menyerap karbon dari atmosfer. Kritikus juga mengatakan bahwa penggunaan biomassa untuk pembakaran bersama, alih-alih langsung beralih ke energi bersih, hanya memperpanjang ketergantungan pada batu bara.

Di Indonesia, produksi biomassa menyebabkan penggundulan hutan di seluruh nusantara.

Auriga Nusantara melaporkan bahwa lebih dari 9.740 hektar hutan telah ditebang untuk produksi biomassa sejak 2020. Izin telah dikeluarkan untuk lebih dari 1,4 juta hektar hutan tanaman energi, di mana lebih dari sepertiga lahan tersebut adalah hutan yang belum tersentuh. Lebih dari separuh wilayah konsesi merupakan habitat spesies yang terancam punah seperti badak Sumatra, gajah, orangutan, dan harimau, menurut Manurung.

Di hutan kaya karbon di Gorontalo, Sulawesi, penebangan, pencacahan, dan pengiriman pohon tua untuk membuat pelet kayu yang padat energi telah dilakukan secara besar-besaran. Lebih dari 3.000 hektar hutan telah ditebang di konsesi milik Banyan Tumbuh Lestari, dari tahun 2021 hingga 2024, berdasarkan analisis satelit yang disampaikan kepada AP oleh organisasi lingkungan internasional, Mighty Earth. Tambahan 2.850 hektar telah dibuka untuk jalan penebangan.

Setelah pohon ditebang, pohon tersebut diolah menjadi pelet kayu di fasilitas dekat konsesi milik Biomasa Jaya Abadi, yang merupakan eksportir pelet kayu terbesar dari Indonesia pada tahun 2021-2023, menurut data yang dihimpun Auriga Nusantara. Basis data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak mencatat ekspor pelet kayu sebelum tahun 2020.

Biomasa Jaya Abadi tidak memberikan tanggapan terhadap permintaan wawancara dari The Associated Press. Banyan Tumbuh Lestari juga tidak memiliki informasi kontak yang tersedia untuk umum; AP menghubungi pemegang saham utama mereka tetapi tidak mendapatkan tanggapan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Kelautan dan Investasi juga tidak memberikan komentar.

Hampir seluruh produksi pelet kayu Indonesia diekspor untuk memenuhi permintaan internasional, kata Alloysius Joko Purwanto, ekonom energi di Lembaga Penelitian Ekonomi ASEAN dan Asia Timur.

Sebagian besar pelet kayu Indonesia dikirim ke Korea Selatan (61%) dan Jepang (38%) pada tahun 2021-2023, menurut data pemerintah.

“Jelas bahwa pemerintah Jepang dan Korea Selatan berupaya membeli lebih banyak biomassa dari Indonesia untuk menurunkan emisi domestik mereka,” kata Bhima Yudhistira, direktur eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS).

Kedua negara tersebut telah memberikan dukungan keuangan jutaan dolar untuk pengembangan biomassa di Indonesia melalui penelitian, kebijakan, dan dukungan lainnya, menurut tinjauan perjanjian bisnis dan pemerintah yang tersedia untuk publik oleh AP.

Dinas Kehutanan Korea Selatan, yang mengelola perluasan dan kebijakan biomassa, serta Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, tidak memberikan tanggapan atas permintaan komentar mengenai hal ini.

Peningkatan produksi dan penggunaan biomassa juga sejalan dengan peningkatan konsumsi biomassa di dalam negeri Indonesia.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana menerapkan pembakaran bersama biomassa sebesar 10% untuk 52 pembangkit listrik tenaga batu bara di seluruh negeri. PLN memperkirakan akan membutuhkan 8 juta ton biomassa per tahun, yang jauh lebih besar dari kapasitas industri pelet kayu yang kurang dari 1 juta ton pada akhir tahun 2023, menurut organisasi masyarakat sipil, Trend Asia.

Untuk mencapai ambisi PLN, diperlukan peningkatan lahan perkebunan hutan sebesar 66%. “Ini berpotensi mengorbankan hutan yang utuh, kaya karbon, dan penyerap karbon,” menurut laporan Mighty Earth.

Juru bicara PLN, Gregorius Adi Trianto, menyatakan bahwa rencana perusahaan tersebut mengandalkan biomassa dari “limbah organik seperti ranting pohon, limbah padi, dan limbah industri kayu… bukan dari hutan yang masih aktif ditebang.”

Karena Indonesia tidak memiliki regulasi dan pengawasan yang jelas terhadap industri biomassa yang berkembang, para ahli khawatir deforestasi kemungkinan akan meningkat di tahun-tahun mendatang.

“Kita sudah jauh tertinggal dalam hal pemantauan dan pengaturan seputar produksi biomassa di Indonesia,” kata Yudhistira. “Ada jelas kurangnya uji tuntas, dan hutan pun semakin menderita.”

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah