Mentan Targetkan PDB Sektor Pertanian 4,81 Persen pada 2029

Petani membersihkan lahan sawah dari gulma di desa Saojo, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. 14 Januari 2021. (Yoanes Litha/VOA)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Amran Sulaiman, Menteri Pertanian Indonesia, dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Jakarta, mengungkapkan lima program utama yang telah disiapkan untuk mencapai target swasembada pangan dalam lima tahun ke depan. Program-program tersebut meliputi: swasembada nasional, pengembangan komoditas ekspor strategis, peningkatan produksi susu untuk mendukung pangan bergizi, program pekarangan pangan bergizi, dan mandiri energi B-50.

Untuk mencapai swasembada pangan, Amran menyebutkan beberapa langkah yang akan dilakukan, antara lain mencetak sawah seluas tiga juta hektare, mengoptimalkan sistem irigasi, membangun bendungan, serta mengubah pertanian tradisional menjadi pertanian modern. Amran juga menekankan pentingnya melibatkan petani milenial dan generasi Z dalam transformasi sektor pertanian. Program mandiri energi B-50, yang akan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar, akan dicapai melalui peningkatan produksi minyak sawit mentah (CPO) dan kapasitas industri biodiesel.

Amran juga merinci beberapa program prioritas untuk Kementerian Pertanian pada Tahun Anggaran 2025, di antaranya peningkatan produksi padi dan jagung, optimalisasi lahan, program cetak sawah, penyediaan benih dan pupuk subsidi, serta pengembangan pertanian berbasis petani milenial. Kementerian Pertanian menargetkan produksi beras sebanyak 32,83 juta ton pada tahun depan dan produksi jagung sebesar 16,68 juta ton pada 2025. Untuk itu, ada program intensifikasi dan optimalisasi lahan dengan target lahan seluas 350 ribu hektare dan cetak sawah seluas 150 ribu hektare, dengan usulan luas sawah yang akan dicetak mencapai tiga juta hektare dalam empat tahun.

Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp 139,4 triliun untuk membiayai seluruh program ketahanan pangan pada tahun 2025, yang meningkat 21,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, dalam rapat kerja tersebut, anggota Komisi IV DPR dari PDIP, Rokhmin Dahuri, mengkritik program swasembada pangan, yang menurutnya memiliki sejarah panjang yang sering gagal. Rokhmin menilai bahwa dua strategi utama pemerintah—pencetakan sawah dan optimalisasi lahan—perlu dijelaskan lebih rinci agar rakyat dan para pemangku kepentingan yakin program ini tidak akan gagal lagi. Rokhmin juga mencontohkan kasus di Kalimantan Tengah, di mana program ketahanan pangan satu juta hektare gagal karena lahan yang tidak cocok untuk pertanian padi.

Menurut Rokhmin, teknologi pertanian di Indonesia masih sangat terbatas, dan sistem rantai pasokan pangan belum optimal. Dia juga mengungkapkan masalah kesejahteraan petani yang masih banyak tergolong miskin, dengan sebagian besar memiliki lahan yang sangat sempit, yang berdampak pada rendahnya pendapatan mereka.

Selain itu, Rokhmin mengkritik penyusutan lahan pertanian yang setiap tahun berkurang hingga 150 ribu hektare, serta masalah impor pangan yang didorong oleh mafia pangan. Dia mengusulkan agar impor pangan hanya dilakukan untuk bahan pangan yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri dan harus lebih diawasi.

Di sisi lain, pengamat pertanian Dwidjono H. Darwanto dari Universitas Gadjah Mada, menekankan bahwa untuk mencapai swasembada pangan, hal pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki jaringan irigasi, yang saat ini 60 persen sudah rusak. Irigasi yang baik, kata Dwidjono, berkontribusi hampir 15 persen terhadap peningkatan produktivitas padi. Dia mengingatkan bahwa pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan berkat pembangunan infrastruktur irigasi yang masif. Sayangnya, pemeliharaan irigasi setelah itu kurang, sehingga banyak jaringan irigasi yang rusak.

Selain itu, penggunaan bibit unggul dan pupuk yang tepat sangat penting. Dwidjono menekankan pentingnya menyesuaikan penggunaan bibit unggul dengan kondisi lokal, seperti untuk lahan kering di Timur Indonesia dan lahan rawa di Kalimantan. Begitu juga dengan penggunaan pupuk yang harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik tiap daerah, bukan berdasarkan dosis standar dari pabrik pupuk.

Jika perbaikan irigasi, penggunaan bibit unggul, dan pupuk yang sesuai dilaksanakan dengan baik, Dwidjono yakin bahwa Indonesia dapat meningkatkan produktivitas pangan, terutama padi, dan mencapai swasembada pangan.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah