Elemen X

Ilustrasi tulisan opini Ahmadie Thaha tentang Elemen X. (Foto: AT/J5NEWSROOM.COM)

Catatan Cak AT Ahmadie Thaha

DALAM hiruk-pikuk politik, masyarakat Jakarta, seperti di kota-kota lain, pun bersiap menghadapi pesta demokrasi. Tiga pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta bertarung untuk merebut hati pemilih.

Namun, berdasarkan rilis Poltracking Indonesia yang dipandu oleh Masduri Amrawi, para pengamat harus memasang sabuk pengaman menghadapi kelokan tak terduga. Pilkada ini tak hanya penuh kejutan, tapi juga berpotensi menjadi dua babak penuh ketegangan.

Menurut survei terbaru Poltraking, paslon M. Ridwan Kamil (RK)-Suswono dan Pramono Anung-Rano Karno (Si Doel) beradu kuat. Dengan elektabilitas masing-masing 43,3% dan 40,6%, selisih suara mereka bak tipisnya kerupuk yang dicelupkan ke kuah soto. Sementara itu, pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto, dengan elektabilitas 4,5%, harus puas menjadi kuda hitam, yang bahkan belum tentu memiliki cukup pelana untuk balapan hingga garis akhir.

Tentu, survei tak lupa menyebutkan pemilih yang masih bingung atau malu-malu menyimpan rahasia pilihan, istilah kerennya undecided voters, sebesar 11,6%. Artinya, mereka yang belum memutuskan pilihan ini merupakan elemen X yang mampu mengubah jalannya pertandingan. Jika mereka memutuskan secara kolektif pada pagi hari pencoblosan, dan memutuskan pilih RK-Suswono, Jakarta bisa saja menyaksikan momen ajaib ala film superhero.

Model prediksi Poltracking yang canggih (terima kasih pada istilah keren seperti SMOTE Random Forest) mencoba memetakan arah suara undecided voters tadi. Hasilnya? RK-Suswono mendapat 48,1%, sedikit unggul dibanding Pramono-Doel dengan 47,0%. Data ini mengindikasikan bahwa kemenangan RIDO akan sangat tipis, seperti upaya seorang pengemudi ojek online menemukan nomer alamat kiriman tanpa plang.

Namun, angka ini masih dalam margin of error ±3,1%. Jadi, jika Anda bertanya siapa yang menang, jawabannya adalah: siapa pun yang berhasil merayu undecided voters dengan paling banyak jargon, senyuman, dan stiker kampanye. Bahkan, jika ada paslon yang punya duit bergunung-gunung, bisa saja menggaet dengan “serangan fajar.” Jangan lupa, orang Jakarta seperti manusia pada umumnya, cenderung berubah pikiran seperti gonta-ganti playlist lagu saat macet.

Skenario Pilkada ini seperti main catur dengan dua alternatif akhir. Pilihan pertama: Pilkada berlangsung dua putaran, dan kita harus bersabar menyaksikan duel lanjutan RK vs Pram —sebuah sequel yang mungkin lebih menarik dari Clash of the Titans. Pilihan kedua: RK menang tipis di putaran pertama, dengan bantuan undecided voters yang akhirnya memutuskan untuk “pilih yang ini aja, deh”, atau “karena sesuai pilihan ulama.”

Namun, di tengah segala prediksi ini, satu hal yang perlu kita ingat, hasil survei hanyalah potret sesaat —seperti selfie dengan filter, hasil akhirnya bisa berbeda tergantung sudut pandang dan pencahayaan.

Hasil pastinya berada di tangan warga yang menyadari, Pilkada ini bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga soal menentukan siapa yang akan memikul beban menghadapi banjir, macet, kemiskinan, kekumuhan, kemajemukan, dan protes di media sosial.

Lebih afdal jika Anda sudi merenungkan pesan bijak dari para tokoh dunia yang mengingatkan pentingnya partisipasi dalam politik. Ali bin Abi Thalib ra, sepupu Nabi Muhammad Saw yang juga seorang politisi, pernah berkata, “Kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat, tapi karena diamnya orang-orang baik.”

Dalam konteks Pilkada, diamnya orang baik berarti menyerahkan keputusan masa depan kepada mereka yang mungkin tidak memprioritaskan kepentingan bersama. Ini saatnya warga Jakarta bersuara, karena pilihan Anda bukan hanya tentang nama di surat suara, tetapi juga tentang arah masa depan kota ini.

Sejalan dengan itu, Syaikh Yusuf Qardhawi memberikan panduan moral untuk memilih: jika ada pilihan yang baik, pilih yang terbaik; jika semua buruk, pilih yang lebih sedikit keburukannya (akhaffu al-dhararain). Pesan ini didukung pula oleh Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi, yang mengingatkan bahwa dengan tidak memilih, Anda justru menyerahkan kendali kepada mereka yang tak peduli pada nilai-nilai yang Anda junjung.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga menegaskan, jika orang baik tidak terlibat, politik akan dipenuhi mereka yang tidak bertanggung jawab. Ingatlah pula pesan Necmettin Erbakan: “Muslim yang tidak peduli politik akan dipimpin oleh politikus yang tidak peduli pada Islam.” Maka, gunakan hak pilih Anda, karena perubahan dimulai dari bilik suara. Jangan biarkan kejahatan dan ketidakadilan menang hanya karena diamnya orang baik.

Jadi, siapakah yang akan menang? Satu putaran atau dua? Itu semua tergantung pada Anda, warga Jakarta. Selamat mencoblos, dan jangan lupa siapkan popcorn untuk menikmati pesta demokrasi ini hingga akhir.*

Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 26/11/2024

Penulis adalah Pendiri Republika Online 1995