J5NEWSROOM.COM, Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di Indonesia pada Rabu, 27 November, mencatat sejarah baru dengan partisipasi pemilih di 545 daerah, termasuk 37 provinsi, 93 kota, dan 415 kabupaten. Meski berjalan lancar, kualitas demokrasi dalam pelaksanaan Pilkada ini menjadi sorotan sejumlah pengamat karena kecenderungan partai politik untuk berkoalisi dan menghindari persaingan terbuka, khususnya di daerah strategis seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Saidiman Ahmad dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan bahwa dominasi koalisi besar mengurangi esensi kompetisi demokratis. Di beberapa daerah strategis, hampir semua kandidat yang diusung koalisi besar berhasil menang. Namun, ada indikasi perlawanan dari partai-partai yang mengusung kandidat di luar koalisi besar, meskipun mereka tidak berhasil memenangkan kontestasi.
Di Jakarta, persaingan berlangsung lebih ketat, dengan hasil hitung cepat menunjukkan selisih suara yang tipis antara pasangan Pramono Anung-Rano Karno dan Ridwan Kamil-Suswono. Meski Pramono Anung-Rano Karno unggul sementara di berbagai survei, lembaga survei masih menunggu hasil resmi dari KPU untuk menentukan pemenang. Fenomena ini berbeda dengan daerah lain di mana koalisi besar mendominasi.
Pengamat politik Lili Romli menilai pasangan Ridwan Kamil-Suswono menghadapi tantangan signifikan, terutama terkait resistensi dari masyarakat Jakarta terhadap Ridwan Kamil yang dianggap bukan figur lokal. Selain itu, dukungan mesin politik koalisi yang kurang optimal menjadi faktor lain yang memengaruhi hasil.
Hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum dijadwalkan akan diumumkan pada 16 Desember, yang akan memberikan gambaran akhir mengenai hasil Pilkada serentak ini. Meskipun Pilkada serentak menciptakan efisiensi dalam proses pemilihan, tantangan seperti dominasi koalisi besar dan lemahnya checks and balances tetap menjadi isu yang harus diatasi untuk memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah