J5NEWSROOM.COM, Teheran – Iran akan mengadakan pembicaraan dengan Prancis, Jerman, dan Inggris pada Jumat, 29 November, untuk membahas program nuklirnya. Dialog ini terjadi di tengah tekanan internasional menyusul kecaman dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terhadap Teheran atas kurangnya kerja sama dalam masalah nuklir. Resolusi tersebut didukung oleh negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, namun ditolak oleh Iran yang menganggapnya tidak adil.
Latar Belakang Ketegangan
Hubungan Iran dengan negara-negara Barat memburuk sejak Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir 2015 (JCPOA) dan menerapkan sanksi berat. Sebagai tanggapan, Iran meningkatkan pengayaan uranium hingga 60 persen, jauh di atas batas 3,67 persen yang disepakati dalam perjanjian tersebut. Meskipun demikian, Iran menegaskan program nuklirnya bertujuan damai dan bukan untuk membuat senjata nuklir.
Sikap Iran dan Respon Internasional
Pekan lalu, Teheran mengumumkan pengoperasian sentrifugal baru untuk mempercepat produksi uranium yang diperkaya, sebagai bentuk perlawanan terhadap resolusi IAEA. Namun, Iran juga menunjukkan keinginan untuk berdialog, terutama menjelang kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih pada Januari 2025, yang berpotensi memperburuk tekanan terhadap negara tersebut.
Tantangan Diplomatik
Menurut analis Mostafa Shirmohammadi, Iran ingin menghindari “bencana ganda” berupa tekanan dari Trump dan negara-negara Eropa. Hubungan Iran dengan Eropa juga memburuk akibat tuduhan bahwa Teheran menyediakan dukungan militer bagi Rusia dalam invasi ke Ukraina, meskipun tuduhan ini dibantah Iran.
Signifikansi Pembicaraan
Pertemuan ini menjadi ujian penting bagi Iran untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Eropa sembari menjaga sikap tegas terhadap haknya atas teknologi nuklir. Dengan perjanjian JCPOA yang akan berakhir pada 2025, pembicaraan ini dapat menentukan arah kebijakan internasional terhadap program nuklir Iran.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah