J5NEWSROOM.COM, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini meminta Taliban di Afghanistan untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka yang melarang perempuan menempuh pendidikan kedokteran. Seruan ini muncul di tengah semakin banyaknya tuntutan dari berbagai pihak agar aturan tersebut dibatalkan. Kritikus menilai larangan ini akan menghapuskan kesempatan terakhir bagi perempuan Afghanistan untuk mengakses pendidikan tinggi.
Dalam pernyataannya, Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) menyatakan bahwa jika larangan ini diterapkan, hal itu akan semakin membatasi hak perempuan dan anak perempuan atas pendidikan serta akses layanan kesehatan. UNAMA juga menyampaikan keprihatinannya dan sedang mencoba memverifikasi keputusan ini melalui jalur resmi Taliban, meski belum ada konfirmasi formal.
Aturan baru ini dilaporkan mulai berlaku pada 3 Desember, berdasarkan arahan dari pemimpin Taliban, Hibatullah Akhundzada, yang disampaikan kepada para pimpinan sekolah kedokteran. Namun, Kementerian Kesehatan Afghanistan belum memberikan komentar resmi terkait hal ini.
Media lokal mencatat bahwa lebih dari 30.000 perempuan saat ini terdaftar di institusi medis di seluruh Afghanistan. Banyak dari mereka dijadwalkan mengikuti ujian ketika larangan ini diberlakukan. Perempuan yang sedang menempuh pendidikan sebagai bidan dan perawat juga diperintahkan untuk menghentikan aktivitas belajar mereka.
Sejumlah aktivis HAM memperingatkan bahwa keputusan ini akan berdampak signifikan terhadap layanan kesehatan bagi perempuan di Afghanistan, terutama karena dokter laki-laki dilarang merawat pasien perempuan di beberapa provinsi. Human Rights Watch (HRW) menyebut keputusan ini sebagai langkah yang menutup akses pendidikan terakhir bagi perempuan, yang dapat mengakibatkan peningkatan angka kematian ibu dan anak.
Uni Eropa menyebut larangan ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan serangan terhadap akses perempuan ke pendidikan dan layanan kesehatan. Uni Eropa mendesak Taliban untuk mencabut kebijakan diskriminatif ini dan memenuhi kewajiban mereka di bawah hukum internasional.
Rashid Khan, kapten tim kriket nasional Afghanistan, turut menyuarakan keprihatinannya. Ia menekankan bahwa negara ini membutuhkan tenaga profesional di berbagai bidang, terutama di sektor kesehatan, dan menyoroti dampak serius kekurangan dokter serta perawat perempuan terhadap layanan kesehatan masyarakat.
Sejak Agustus 2021, Taliban telah melarang anak perempuan bersekolah setelah kelas enam, serta membatasi perempuan untuk mengakses pendidikan tinggi dan bekerja di banyak sektor, kecuali di bidang kesehatan, imigrasi, dan penegakan hukum.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah