Oleh Shamsi Ali Al-Kajangi
DALAM beberapa hari terakhir ini Indonesia, khususnya media sosial di segala platform (X, IG, TikTok, FB, dll) dihebohkan oleh sebuah peristiwa yang melibatkan seorang figur publik (public figur) yang lumayan masyhur. Terlebih lagi posisi publiknya ada di dua sisi; agama dan pemerintahan. Dia dikenal sebagai Gus (guru agama?) yang sejajar dengan Kyai, Ustadz, Syeikh, dan yang semakna.
Tapi yang juga yang tidak kalah pentingnya dia dekat dengan orang nomor wahid bangsa Indonesia, Presiden Prawbowo. Bahkan baru saja dipilih menjadi Utusan khusus Presiden untuk kerukunan beragama dan pembinaan sarana agama. Posisi pemerintahan dengan deskripsi yang bagi saya tidak jelas dan tidak penting. Karena seyogyanya itu sudah urusan Kementerian Agama. Tapi bagaimanapun itu adalah posisi yang seharusnya terhormat sebagai “Special Envoy” (Utusan Khusus) Presiden RI.
Di sebuah Kajian Islam yang harusnya tidak saja menyampaikan ilmu-ilmu Islam dengan kata-kata, tapi memperlihatkan kemuliaan agama dengan perilaku dan karakter. Ternyata di kajian itu terjadi hal yang sangat buruk dan memalukan (shameful). Sang Gus dan Utusan Khusus Presiden itu memaki dan mengolok seorang pedagang kaki es botol. Merendahkan orang yang di matanya rendah secara sosial, seorang pedagang es botol yang miskin dan lemah.
Ucapan (walau diakui kemudian sebagai candaan) sang Gus yang “menggoblokkan” orang lemah dan miskin itu kontan menjadi pembicaraan yang sangat ramai dan kecaman yang sangat luas, khususnya di sosial media. Saya yang memang berjanji pada diri sendiri tidak akan diam di hadapan kemungkaran ikut mengomentari dengan komentar ala Makassar. Saya berani melakukan itu karena yakin Allah itu berada di pihak orang-orang lemah dan dilemahkan.
Bahkan konon Sekretaris Kabinet ikut mengingatkan atau menegur orang itu agar lebih berhati-hati menyampaikan pernyataan di publik. Dan nampaknya karena teguran itu yang bersangkutan menemui sang rakyat kecil tadi dan meminta maaf. Bagi saya permintaan maaf ini bagus dan perlu diapresiasi. Namun hendaknya bukan sekedar minta maaf. Yang bersangkutan harusnya tahu bahwa menyakiti orang lemah dengan kata-kata kasar bahkan candaan sekalipun, apalagi di depan khalayak adalah dosa yang cukup signifikan. Tebusannya adalah taubat.
Lebih hebat lagi peristiwa itu juga menjadi perbincangan di luar negeri. Datu’ Dr. Anwar Ibrahim, PM Malaysia, ikut mengomentari peristiwa itu. Saya khawatir saja jangan-jangan Utusan Khusus ini memang mempopulerkan Indonesia di luar negeri seperti yang diharapkan Presiden. Tapi sayang saja kalau pengenalan Indonesia di luar negeri itu dengan cara dan karakter pejabatnya yang memalukan itu.
Respon masyarakat Indonesia
Namun pada sisi lain ada hal yang menggembirakan dan membanggakan. Ada respon spontan (spontaneous response) positif dari masyarakat luas Indonesia. Serentak ekspresi simpati kepada orang lemah dan miskin itu mengalir dalam berbagai bentuk. Ada yang sekedar bersimpati melalui media sosial. Ada yang berhasil menelpon dan kontak langsung. Bahkan ada juga yang langsung menawarkan bantuan finansial yang cukup besar. Ada pula yang menanggung biaya sekolah anaknya. Dan ada yang ingin memberangkatkan yang bersangkutan untuk umroh beberapa waktu ke depan.
Ini menjadi bukti langsung bahwa di dunia ini selalu ada dua hal yang kontras. Ada perilaku dan karakter buruk dan jahat. Tapi di balik itu juga ada perilaku baik dan akhlak yang mulia. Dan masyarakat Indonesia secara spontan membuktikan itu. Ada yang berkarakter buruk dan jahat walaupun berlabel agama dan berada di lingkaran kekuasaan. Tapi banyak juga yang berkarakter baik dan berakhlak karimah walau mungkin mereka bukan siapa-siapa dalam masyarakat.
Saya tentu senang dan bangga dengan respon spontan dari masyarakat untuk membantu orang yang disakiti dan dilemahkan itu. Dan pastinya saya doakan semoga menjadi jalan kebaikan bagi semua di dunia dan di akhirat. Allah pastinya tidak menyia-nyiakan amal dari setiap orang yang ingin berbuat baik jika memang itu ikhlas demi ridhoNya semata.
Barangkali yang ingin saya ingatkan adalah bahwa seringkali dalam suasana gegap gempita, hiruk pikuk dunia, setan mengambil kesempatan untuk memainkan muslihatnya (makarnya). Dan hal yang paling mudah bagi syetan lakukan adalah memanfaatkan keinginan baik itu untuk menggelincirkan mangsanya.
Poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa keviralannya peristiwa ini, dan viralnya Pak Sunhaji itu, boleh jadi digandengi oleh syetan menjadi tunggangan untuk menggoda banyak pihak untuk berbuat. Syetan mampu mengalihkan itu dari keinginan murni lillahi ta’ala kepada melakukan kebaikan karena motivasi keviralan peristiwa itu. Tentu doa dan harapan saya semoga tidak demikian. Saya juga berlindung kepada Allah dari prasangka buruk kepada siapapun. Saya hanya mengingatkan betapa lihainya setan dalam menangkap setiap kesempatan demi misinya untuk menggelincirkan manusia (la ughwiyannahum ajma’in).
Karenanya saya mengingatkan bahwa karena pelaku “penggoblokan” itu sudah minta maaf, maka harusnya permintaan maaf itu dibuktikan dalam bentuk taubat. Taubat inilah yang perlu direalisasikan dalam bentuk “aksi nyata” dari yang bersangkutan. Sebagaimana di Surah Al-Furqan ayat 70-71 disebutkan bahwa Taubat itu harus dengan “Iman dan amal saleh”. Dan dalam konteks ini pelaku penggoblokan harus menebus kesalahannya dengan memberikan bantuan nyata kepada Bapak Sunhaji sehingga terlepas dari kungkungan kemiskinannya.
Jika hal ini dilakukan maka itulah makna ayat Allah: “faulaaika yubaddilullahu sayyiaatihim hasanah”. Kesalahan dengan menggoblokkan itu tidak saja dimaafkan. Tapi menjadi jalan “hasanaat” berbagai kebaikan baginya.
Sementara teman-teman lain yang ingin membantu harusnya melakukan introspeksi dan perenungan kenapa sedemikian semangat membantu pak Sunhaji? Kalau sekiranya tujuannya membantu orang lemah dan miskin, saya yakin banyak yang lebih miskin dan lemah di di luar sana ketimbang pak Sunhaji. Alihkan bantuan anda ke mereka yang mungkin lebih membutuhkan. Walaupun mereka tidak dikenal dan viral sebagaimana pak Sunhaji ini. Jangan keviralan beliau menjadikan orang-orang lemah lainnya terlewatkan (overlooked).
Apalagi saat ini pak Sunhaji sudah resmi didaftar jadi anggota Banser. Saya yakin beliau sudah terjamin oleh banyak pihak, termasuk jaminan dari Panglima Banser dan mantan Menteri Agama RI… hehe!*
New York, 5 Desember 2024
Penulis adalah putra kampung Kajang di jantung kapitalisme dunia. Artikel ini dijapri penulis ke J5NEWSROOM.COM, Jumat 6 Desember 2024