J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Ketegangan di Desa Manis Lor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mencuat setelah Jemaah Ahmadiyah bersikeras menyelenggarakan acara tahunan “Jalsah Salanah” pada 6-8 Desember, meskipun pemerintah lokal melarangnya dengan alasan keamanan. Aparat kepolisian telah menutup akses ke lokasi dan menjaga ketat wilayah tersebut untuk mencegah acara berlangsung.
Reaksi dan Kecaman
Penjabat Bupati Kuningan, Agus Toyib, menyatakan pelarangan tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 tentang larangan kegiatan Jemaah Ahmadiyah. Namun, organisasi masyarakat sipil dan akademisi mengecam langkah ini sebagai bentuk pelanggaran kebebasan beragama. Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, menyebut tindakan ini sebagai persekusi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, yang bertentangan dengan konstitusi.
Firdaus Mubarik, anggota Jemaah Ahmadiyah, mengungkapkan kekecewaannya terhadap perlakuan aparat yang dinilainya tidak manusiawi, termasuk intimidasi terhadap peserta yang datang dari berbagai daerah, bahkan hingga dua hari perjalanan dari NTB. Firdaus menegaskan bahwa acara ini bertujuan menyampaikan pesan Islam damai dan membangun silaturahmi.
Dukungan dari Berbagai Organisasi
Banyak organisasi masyarakat sipil seperti SETARA Institute, Gusdurian, Komnas Perempuan, dan Fahmina Institute turut mengecam pelarangan tersebut. Peneliti ICRS UGM, Zainal Abidin Bagir, menekankan bahwa pelarangan ini melanggar hak berkumpul dan berorganisasi, serta menyerukan pemerintahan Prabowo untuk menunjukkan komitmennya menjaga kebebasan beragama.
Tantangan Kebebasan Beragama
Insiden ini kembali menunjukkan tantangan kebebasan beragama di Indonesia. Meski pemerintah mengklaim pelarangan ini demi keamanan, banyak pihak menilai langkah tersebut sebagai tunduk pada tekanan kelompok intoleran, memperburuk diskriminasi terhadap Ahmadiyah, dan melemahkan komitmen terhadap hak konstitusional warga negara.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah