Menakar Tantangan dan Peluang di 75 Tahun Hubungan Indonesia-Amerika

Dubes Amerika Serikat Kamala bersama Menlu RI Sugiono dalam acara gala orkestra di Aula Simfonia di Jakarta, Sabtu (7/12). (Humas Kedubes Amerika Serikat)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Kamala Lakhdir, menekankan bahwa inti dari hubungan diplomatik Indonesia-Amerika selama 75 tahun adalah kolaborasi erat antara masyarakat kedua negara. Ia berharap persahabatan ini semakin kuat, terutama di kalangan generasi muda yang akan menentukan masa depan kedua negara.

“Harapan saya, di masa lalu Indonesia dan Amerika telah bekerja sama di bidang pembangunan, ekonomi, dan pengembangan kapasitas manusia. Kerja sama ini akan terus berlanjut,” ujar Lakhdir dalam acara Puncak Perayaan 75 Tahun Hubungan Indonesia-Amerika di Jakarta, Sabtu (15/12).

Lakhdir menambahkan bahwa banyak perusahaan asal Amerika yang tertarik berinvestasi dan memperluas perdagangan di Indonesia. Ia berharap Indonesia dapat memperkuat iklim bisnis agar membawa manfaat bagi kedua belah pihak.

“Beragam sektor di seluruh Indonesia menarik minat perusahaan Amerika untuk berinvestasi. Harapan saya, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini demi mendorong pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Umar Hadi, menyoroti potensi tantangan dengan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS. Menurut Umar, siapapun presidennya akan membawa tantangan sekaligus peluang.

“Kuncinya ada di kita. Indonesia adalah negara yang cukup kuat dengan ekonomi stabil, pertumbuhan yang baik, dan masyarakat yang tangguh. Pandemi COVID-19 membuktikan bahwa ketahanan bangsa kita sangat baik. Saya optimistis kita mampu menghadapi tantangan dan peluang sebagai sebuah bangsa, tetapi tetap perlu kerja sama dengan negara-negara lain,” ujar Umar.

Umar mengakui bahwa hubungan diplomatik kedua negara selama 75 tahun ini mengalami dinamika, namun keduanya mampu mengatasi berbagai tantangan dengan kedewasaan sebagai bangsa.

Ia juga menyoroti tema perayaan 75 tahun ini, yakni keragaman, demokrasi, dan kemakmuran. Menurut Umar, kesamaan nilai-nilai ini dapat menjadi dasar yang kuat untuk mempererat hubungan Indonesia dan Amerika di masa depan.

Sepanjang tahun ini, perayaan hubungan Indonesia-Amerika yang ke-75 diadakan di Indonesia dan Amerika Serikat.

“Setiap bulan, kami mengadakan acara, baik di Jakarta, Washington DC, maupun konsulat jenderal di LA, New York, San Francisco, dan Houston. Kegiatannya beragam, seperti seminar, pameran batik, pemutaran film, dan peluncuran perangko,” jelas Umar.

Duta Besar Lakhdir menambahkan bahwa acara puncak pada 14 Desember di Jakarta menampilkan musisi ternama seperti Maliq & d’Essentials, Vidi Aldiano, dan Putri Ariani, finalis American Got Talent.

“Acara ini menyuguhkan musik dan kuliner Amerika, serta peluang untuk belajar dan berkunjung ke Amerika Serikat,” tambah Lakhdir.

Sebelumnya, Kedutaan Besar AS telah menggelar gala orkestra di Aula Simfonia, Jakarta, sebagai bagian dari rangkaian perayaan.

Acara bertajuk “U.S.-Indonesia Gala 75” itu menghadirkan musisi dari kedua negara, termasuk grup selo Empire Wild dari AS dan pianis Joey Alexander, yang membawakan lagu “Bengawan Solo.”

Konser tersebut menegaskan bahwa musik, sebagai bahasa universal, dapat memperkuat koneksi emosional dan pemahaman lintas budaya, sekaligus menandai komitmen untuk memperdalam hubungan yang harmonis di masa depan.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menilai bahwa hubungan Indonesia-AS selama 75 tahun diwarnai pasang surut. Ia menyarankan pemerintah Indonesia untuk tetap menjaga keseimbangan antara hubungan dengan AS dan China.

Menurutnya, China unggul dalam sektor ekonomi, sedangkan AS memiliki keunggulan dalam geopolitik.

“Kita harus mempertahankan posisi semi-alignment dengan Amerika Serikat. Bukan sekutu penuh, tetapi bisa menjadi sekutu jika situasi memungkinkan, tergantung kebijakan presiden,” ujar Reza.

Ia menilai kerja sama Indonesia-AS selama ini lebih kuat di bidang pertahanan dan keamanan, sementara kerja sama ekonomi lebih banyak dijalin dengan China.

“Padahal Amerika memiliki keunggulan di bidang teknologi canggih, ilmu pengetahuan, dan ekonomi terbarukan. Sayangnya, Amerika kurang aktif membangun kerja sama ekonomi dengan Indonesia, meski Indonesia adalah ekonomi terbesar di ASEAN,” jelasnya.

Reza menegaskan bahwa Indonesia perlu lebih aktif mengembangkan kerja sama ekonomi dengan AS, meskipun hal ini berpotensi menimbulkan perhatian dari China.

“Pak Prabowo dan timnya harus menjajaki kerja sama ekonomi dengan AS secara hati-hati dan sistematis. Jangan sampai terlihat seolah-olah kita berpindah dari hubungan baik dengan China ke arah aliansi dengan AS. Kerja sama pertahanan tetap berjalan, namun sektor ekonomi harus dikelola dengan bijaksana,” pungkasnya.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah