J5NEWSROOM.COM, Batam – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Batam dan BEM SI Sumbagut menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (23/12/2024). Dalam aksinya, mereka menyatakan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City tidak berpihak pada masyarakat asli Pulau Rempang.
Aksi berlangsung dengan tuntutan agar pemerintah meninjau ulang proyek tersebut yang hingga kini masih mendapat penolakan dari warga lokal. Mahasiswa juga meminta BP Batam bertanggung jawab atas insiden penyerangan oleh oknum PT Makmur Elok Graha (MEG) terhadap warga di dua kampung di Pulau Rempang pada Rabu (18/12/2024) dini hari.
“Belajar yang benar biar tidak seperti di BP Batam. Selesaikan masalah di Rempang,” teriak seorang orator dalam aksi tersebut.
Situasi sempat memanas ketika Direktur PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Badan Pengusahaan (BP) Batam, Harlas Buana, menemui massa aksi. Ketegangan terjadi saat Harlas menyebut bahwa hingga saat ini tidak ada korban meninggal dalam insiden penyerangan. Pernyataan tersebut memancing kemarahan mahasiswa.
“Belum ada yang meninggal sampai saat ini,” ujar Harlas. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari para pengunjuk rasa yang merasa komentar tersebut tidak pantas diucapkan dalam konteks konflik yang sensitif.
Harlas juga memaparkan bahwa proyek Rempang Eco-City akan membawa investasi sebesar Rp170 triliun dalam lima tahun pertama. Proyek tersebut diklaim mampu menciptakan 30 ribu lapangan kerja, dengan prioritas tenaga kerja dari masyarakat Pulau Rempang.
“Dengan total 2.600 kepala keluarga di Pulau Rempang, masyarakat setempat menjadi prioritas. Ganti rugi berupa rumah tipe 45 di atas lahan seluas 500 meter persegi juga sudah disiapkan,” jelas Harlas.
Namun, penjelasan ini ditanggapi sinis oleh mahasiswa. Koordinator Wilayah Sumbagut BEM SI, Respati Hadinata, menegaskan bahwa kehadiran mereka bukan untuk mencari pekerjaan.
“Untuk apa dijelaskan seperti ini? Kami ke sini bukan untuk mencari kerja, tetapi untuk membantu saudara kami di Rempang mendapatkan hak mereka,” ujarnya.
Mahasiswa juga mengecam lambannya respons aparat hukum terhadap insiden penyerangan yang melibatkan pekerja PT MEG. Mereka menilai BP Batam sebagai perwakilan pemerintah pusat harus bertanggung jawab atas konflik yang terjadi.
“Terkait penyerangan lalu, kenapa sampai sekarang polisi belum melakukan penangkapan? BP Batam harus bertindak tegas terhadap arogansi investor asing yang telah menyerang warga,” tegas Respati.
Selain itu, mahasiswa menyayangkan sikap BP Batam yang terkesan lebih mengutamakan investasi daripada hak-hak masyarakat asli. Mereka juga menuntut agar aparat penegak hukum bersikap adil dalam menangani intimidasi yang dialami warga selama dua tahun terakhir.
Penjelasan BP Batam
Usai demonstrasi, Harlas mengklarifikasi pernyataannya soal korban meninggal. Menurutnya, pernyataan itu muncul untuk meluruskan informasi yang disampaikan oleh orator mahasiswa dalam aksi.
“Tadi ada yang bilang ada korban meninggal, saya hanya menegaskan bahwa tidak ada yang meninggal dalam bentrokan tersebut,” kata Harlas.
Ia kembali menegaskan bahwa investasi di PSN Rempang Eco-City bertujuan membawa dampak positif bagi masyarakat, termasuk penciptaan lapangan kerja. Namun, ia juga menggarisbawahi pentingnya kerja sama dengan Pemko Batam untuk memastikan keberlanjutan proyek ini.
“Kami menjamin akan ada perekrutan 30 ribu tenaga kerja yang dapat membawa dampak positif bagi warga. Namun, hal ini juga memerlukan kolaborasi dengan instansi terkait,” tutupnya.
Aksi mahasiswa berakhir dengan pembakaran ban sebagai simbol protes. Mereka menyatakan akan terus memperjuangkan hak masyarakat Pulau Rempang dan memastikan proyek yang dijalankan tidak mengorbankan kepentingan warga lokal.
Editor: Agung