Ekonomi Digital dan AI Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menuju 2045

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (Foto: ekon.go.id)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Ekonomi digital diproyeksikan memiliki potensi besar untuk menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan kontribusi diperkirakan mencapai 9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024. Untuk mewujudkan visi Indonesia Emas, pemerintah berupaya mempercepat akselerasi sektor ini, dengan target kontribusi ekonomi digital mencapai 11,1% hingga 13,4% pada 2030, dan lebih besar lagi, 15,5% hingga 19,8% pada 2045.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan pentingnya meningkatkan komitmen Indonesia terhadap inovasi, mengingat peringkat Indonesia dalam Global Innovation Index (GII) 2024 yang naik tujuh peringkat menjadi 54, meskipun masih perlu dorongan lebih lanjut agar posisinya semakin membaik. Hal ini disampaikan dalam seminar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang bertema “Semikonduktor dan AI sebagai Penggerak Revolusi Teknologi Masa Depan” di Jakarta, Rabu (15/1).

Dalam ranah global, perkembangan kecerdasan buatan (AI) diperkirakan akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Pada 2030, AI dapat menyumbang hingga USD15,7 triliun, melalui peningkatan produktivitas dan konsumsi. AI juga diprediksi akan meningkatkan PDB Asia Tenggara hingga USD1 triliun pada tahun yang sama, dengan kontribusi Indonesia sekitar 40%, atau setara USD366 miliar.

Semikonduktor dan AI, menurut Airlangga, memiliki peran krusial dalam kemajuan teknologi dan masa depan dunia. Kedua sektor ini saling terkait erat, di mana AI membutuhkan semikonduktor, dan semikonduktor pun tak dapat berkembang tanpa AI. Keduanya bergerak beriringan dalam mendukung revolusi teknologi.

Selain itu, kemajuan AI sangat bergantung pada kapasitas data center yang ditunjang oleh semikonduktor. Laporan McKinsey memproyeksikan permintaan semikonduktor global pada 2030 mencapai USD1 triliun, dengan sektor data center mendominasi 33% dari total permintaan, diikuti oleh komunikasi nirkabel (26%) dan otomotif (14%).

Permintaan semikonduktor dalam negeri pun meningkat, seiring dengan target Pemerintah untuk memproduksi 600 ribu unit mobil listrik pada 2030, serta capaian produksi ponsel dan tablet yang telah mencapai 40,2 juta unit pada 2022. Namun, Indonesia masih sangat bergantung pada impor semikonduktor, yang diperkirakan akan meningkat tajam hingga mencapai USD22,31 miliar pada 2045.

Pemerintah tengah merancang roadmap ekosistem semikonduktor yang komprehensif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, sebagai dasar pengembangan industri semikonduktor di masa depan. Selain itu, pengembangan SDM terampil, terutama dalam bidang AI dan semikonduktor, menjadi perhatian penting. Untuk itu, pemerintah telah menggandeng perusahaan-perusahaan digital dalam penyediaan beasiswa dan kemitraan di bidang AI Essentials, data analytics, cloud computing, dan keamanan siber.

Pemerintah juga menjajaki kerja sama beasiswa dengan universitas terkemuka di luar negeri, seperti Arizona State University dan Purdue University, serta menawarkan program magang di bidang desain IC dan riset semikonduktor. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas riset dan inovasi, serta memperkuat kualitas SDM digital Indonesia, terutama dalam sektor-sektor yang menjadi kunci kemajuan global, seperti AI dan semikonduktor.

“Indonesia harus memanfaatkan sumber daya alam dan ekonomi digital sebagai leverage untuk menjadi bagian dari rantai pasokan global, serta menunjukkan kualitas SDM kita, terutama di sektor back-office,” ungkap Airlangga, menekankan pentingnya sinergi seluruh pihak dalam mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih cerdas, produktif, dan sejahtera.

Seminar ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, antara lain Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Brodjonegoro, Ketua AIPI, Daniel Murdiyarso, serta berbagai pejabat pemerintah dan industri yang berfokus pada pengembangan sektor digital dan teknologi di Indonesia.

Editor: Agung